15 Agustus 2008

Pentingnya Imunisasi pada Bayi

Bila ingin si kecil sehat, lakukan imunisasi secara teratur. Tak perlu khawatir imunisasinya akan kelebihan. Justru semakin banyak, si kecil akan semakin aman.

Hampir sebulan sekali bayi pasti dibawa ke dokter untuk imunisasi. Merunut peraturan WHO yang ada di UCI (Universal Child Imunitation), imunisasi untuk bayi atau anak usia 0-1 tahun terdiri dari BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis B dan MMR. “Khusus MMR, pemerintah kita belum mewajibkannya. Pertimbangannya, vaksin ini masih diimpor sehingga harganya relatif mahal, yaitu sekitar Rp. 120 ribu,” tutur dr. H. Adi Tagor, Sp.A, DPH dari RS. Pondok Indah, Jakarta.

USIA BUKAN PATOKAN BARU

Lebih jauh dijelaskan Adi, imunisasi sebenarnya terdiri dari 2 golongan. Golongan pertama adalah imunisasi yang harus selesai sebelum usia setahun (lihat boks Jenis Imunisasi Bayi) dan golongan kedua adalah imunisasi yang tak boleh dilaksanakan pada usia di bawah setahun.

Namun demikian, patokan usia sebagaimana yang ditulis dalam jadwal iminusasi di rumah sakit-rumah sakit ataupun puskesmas dan poli anak maupun di buku-buku kesehatan anak, bukanlah patokan baku. Misalnya, imunisasi DPT ke-1 yang dijadwalkan pada usia 2 bulan, DPT ke-2 di usia 3 bulan dan DPT ke-3 di usia 4 bulan. Bukan berarti setiap bayi harus diimunisasi DPT pada usia-usia tersebut. Yang penting, sebelum usia setahun si bayi harus sudah diimunisasi DPT lengkap.

Memang, aku Adi, ada beberapa imunisasi yang sebaiknya dilakukan tepat berdasarkan umur. Misalnya, BCG, sebaiknya dilaksanakan setelah bayi berusia 1 bulan atau 1 bulan lebih 1 minggu. “Sebenarnya BCG bisa dilaksanakan sewaktu bayi berumur sehari. Namun menurut penelitian, imunisasi BCG akan efektif bila bayi sudah berumur sebulan atau sebulan lebih seminggu. Alasannya, karena imunologi terhadap BCG belum bisa bangkit dengan baik pada bayi yang baru lahir,” terangnya.

Imunisasi lain yang sebaiknya dilaksanakan tepat umur ialah Campak, yaitu di usia 9 bulan. Mengapa? Karena pada umumnya, hampir semua ibu sudah pernah kena campak. “Nah, sewaktu hamil, dia mewariskan kekebalannya pada janin yang dikandungnya melalui plasenta. Kekebalan ini bertahan hingga bayi berusia 8 bulan. Itulah mengapa vaksinasi Campak harus dilakukan di usia 9 bulan. Jadi, sebelumnya bayi masih ada kekebalan campak dari ibunya,” terang Adi.

PENTINGNYA HiB

Selain soal jadwal imunisasi, yang kerap membingungkan para ibu ialah imunisasi HiB (Hemophilus Influenzae type B). Pasalnya, tak setiap dokter menganjurkan imunisasi ini. “Beberapa dokter memang memandang imunisasi ini tak perlu,” aku Adi. Sebab, terangnya, imunisasi yang dimaksudkan untuk menghindari radang selaput otak ini, selain harganya mahal, juga penyakit tersebut memang di Indonesia sangat jarang terjadi. “Umumnya penyakit radang selaput otak banyak dijumpai di negeri dingin, seperti Australia, Amerika, atau negara-negara di Eropa.”

Namun, bukankah pasien berhak diberi tahu atau istilah kedokterannya, inform concent? Setuju atau tak setuju dilakukan, dikembalikan pada diri orang tua si pasien. Iya, kan! Terlebih lagi, kata Adi, komunikasi di negeri kita sudah mengglobalisasi, terutama untuk Jakarta dan Bali. “Coba saja, bila kita berjalan-jalan di mal atau berenang, pasti, kan, kita bertemu anak bule. Nah, kalau enggak disuntik HiB, bayi pun bisa terkena. Akibatnya sangat fatal, lo, karena langsung ke selaput otak dan dapat menimbulkan kematian dengan cepat. Kalaupun sembuh, si anak bisa cacat seperti orang terkena stroke.” Jadi, sarannya, bila memang orang tua cukup mampu, apa salahnya si bayi diberi imunisasi HiB. Toh, tak ada ruginya.

Imunisasi HiB, terang Adi, dilaksanakan 3 kali. Dua kali dilakukan pada saat bayi berusia di bawah setahun dan sekali dilakukan di atas usia setahun. Jarak waktu imunisasi HiB yang pertama dan kedua adalah sebulan, sedangkan HiB ketiga dilakukan setelah setahun. Oleh karena itu, saran Adi, bila orang tua ingin mengajak bayinya pergi ke negeri dingin, sebaiknya si bayi sudah disuntik “tiga-satu”. Artinya, 3 kali di bawah usia setahun dan satu kali di atas usia setahun. Jadi, 4 kali suntikan. “Kalau mau aman, sebelum berangkat disuntik sekali lagi.”

Lo, apa nanti enggak kelebihan? Ternyata tidak. Menurut Adi, kelebihan pun enggak apa-apa. Bahkan, mau dilakukan sampai 10 kali juga enggak apa-apa. Tapi kalau sampai 3 kali dinilai sudah cukup, ya, tak perlu lebih. Bukankah harganya mahal?

Hal ini juga berlaku untuk semua jenis imunisasi. Sebab, terangnya, “imunisasi bukan obat. Kalau obat, bisa overdosis. Namun imunisasi, tidak.” Jadi, Bu, kalau memang lupa apakah si bayi sudah diimunisasi atau belum, tak ada salahnya Ibu lakukan lagi imunisasi. “Daripada bingung-bingung, suntik saja sekali lagi. Enggak akan bahaya, kok, malah biar safe,” kata Adi.

EFEKTIVITAS IMUNISASI

Soal tempat dilaksanakannya imunisasi, menurut Adi, bisa di mana saja. Entah di rumah sakit, di poli anak, maupun di puskesmas. Asal jangan di rumah; tapi para dokter biasanya juga enggak berani, kok, melaksanakan imunisasi di rumah. Pasalnya, vaksin untuk imunisasi harus disimpan di lemari pendingin. Jadi, kalau lampu mati sehingga lemari pendingin tak bekerja, maka vaksin-vaksin tersebut sudah tak efektif lagi.

“Di rumah sakit besar biasanya memiliki special storage atau tempat penyimpanan khusus. Juga kalau lampu mati, generator langsung hidup,” tutur Adi. Tapi, toh, kita tak perlu khawatir terhadap rumah sakit kecil ataupun puskesmas yang tak memiliki tempat penyimpanan khusus maupun generator. Karena kalau sampai terjadi listrik padam, maka pihak rumah sakit/puskesmas tersebut akan segera meletakkan vaksin-vaksin imunisasi di antara es batu agar tetap bisa efektif pada saat digunakan.

Lantas, bagaimana mengukur efektivitas dari vaksin-vaksin tersebut? Menurut Adi, caranya dengan mengambil darah. “Tapi hal ini jarang dilakukan karena biayanya yang terlalu mahal.” Namun ada beberapa imunisasi yang jelas-jelas bisa diukur; antara lain imunisasi BCG. “Suntikan ini akan membuat suatu tanda seperti ‘bisul’ kecil di tempat yang disuntik, entah itu di lengan kanan atau pantat sebelah kiri.”

Nah, bila “bisul” tersebut tak muncul, berarti imunisasinya gagal dan harus diulang. Pengulangan bisa dilakukan kapan saja. “Tapi sebaiknya sebelum usia setahun. Karena setelah usia setahun, biasanya anak sudah banyak dibawa ke mana-mana sehingga bisa tertular TBC. Bukankah data TBC di Indonesia masih yang tertinggi di dunia, seperti juga di India dan Bangladesh? Nah, bila anak tak diproteksi, maka ia akan gampang terkena TBC,” jelas Adi.

Selain BCG, imunisasi Hepatitis B juga bisa diukur dengan cara yang tak terlalu mahal, “yaitu dengan cara mengecek kadar Hepatitis B-nya setelah anak berusia setahun.” Dari hasil tes dokter akan mendapat angka. Di atas 1000, berarti daya tahannya 8 tahun; di atas 500, tahan 5 tahun; di atas 200, tahan 3 tahun. Tapi kalau angkanya cuma 100, maka dalam setahun akan hilang. Sementara bila angkanya nol berarti si bayi harus disuntik ulang 3 kali lagi.

Yang patut disadari orang tua, lanjut Adi, imunisasi tak bisa memproteksi bayi hingga 100 persen. “Bila bayi bisa terproteksi sampai 80 persen saja, itu sudah bagus; karena banyak hal yang memperngaruhi imunisasi, salah satunya adalah gizi dan kesehatan bayi.” Selain itu, efektivitas imunisasi hanya bertahan sekitar 5-10 tahun. Jadi di antara usia tersebut, anak perlu diimunisasi lagi atau istilahnya booster (penguat).

Nah, Bu-Pak, sudah paham, kan! Jadi, jangan malas mengimunisasi si kecil, ya.

JENIS IMUNISASI (0-1 TAHUN)

* BCG (Bacille Calmette Guerin).

Manfaatnya untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit TB (tuberkolosis); diberikan hanya 1 kali. Usia efektif dilakukannya imunisasi pada 1 bulan atau 1 bulan 1 minggu. Suntikan ini akan menampakkan “bisul” kecil di daerah yang disuntik. Bila tidak, harus dilakukan suntikan ulang.

* DPT (Difteri Pertusis Tetanus) Polio.

Untuk mencegah timbulnya penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Biasanya setelah 6 jam bayi akan mengalami panas atau timbul uneasy feeling seperti tak mau makan atau murung. Tapi ini hanya efek sementara.

DPT bisa digabungkan dengan Polio, sehingga imunisasi menjadi DPT Polio. Imunisasinya dilaksanakan sebanyak 4 kali; 3 kali di bawah usia setahun dan 1 kali di atas usia setahun.

* Hepatitis B.

Agar bayi memiliki kekebalan terhadap penyakit hepatitis B. Imunisasinya dilakukan sebanyak 3 kali. Aturannya, bila suntikan ke-1 dilakukan pada usia sebulan, maka jangka waktu suntikan ke-2 antara 1-2 bulan kemudian, sedangkan suntikan ke-3 boleh sampai 5 bulan kemudian.

* Campak.

Agar bayi memiliki kekebalan terhadap penyakit campak; harus dilakukan di usia 9 bulan. Biasanya setelah seminggu bisa timbul sedikit demam pada bayi, namun ini hanya efek sementara.

* HiB (Hemophilus Influenzae type B).

Tujuannya agar bayi memiliki kekebalan terhadap penyakit radang selaput otak. Imunisasi dilaksanakan 3 kali; 2 kali di bawah usia setahun dan 1 kali di atas usia setahun.

* MMR (Measles Mumps Rubella).

Untuk mencegah penyakit campak, gondongan atau campak jerman. Imunisasi dilaksanakan hanya 1 kali. Setelah hari ke-3 biasanya bayi akan panas dan timbul bintik-bintik seperti terkena campak. Namun tak usah cemas, karena bintik-bintik tersebut akan hilang sendiri. Sedangkan panasnya bisa diturunkan dengan obat penurun panas yang dapat dibeli bebas di apotik.

BAYI HARUS SEHAT

Penting diperhatikan, bayi yang hendak diimunisasi haruslah dalam kondisi benar-benar fit. Sebab, imunisasi yang dilaksanakan pada bayi tak sehat akan menjadi tak efektif atau malah berubah jadi penyakit. Jadi, Bu, bila si kecil tengah pilek, misalnya, tundalah jadwal imunisasinya sampai ia sembuh dulu dari sakitnya.

Biasanya dokter akan memberi tahu kapan bayi Ibu harus diimunisasi. Namun demikian, tak ada salahnya bila Ibu dan Bapak aktif bertanya, kapan dan imunisasi apa yang harus dilaksanakan bayi selanjutnya. Tanyakan pula apa efeknya setelah bayi menerima imunisasi tersebut dan apa yang harus Bapak-Ibu lakukan.

BILA KEJANG DEMAM

Biasanya bayi akan mengalami panas setelah menerima imunisasi DPT dan MMR. Bila panasnya tak terlalu tinggi atau hanya sekadar sumeng, tak usah khawatir. Cukup diberi obat penurun panas khusus untuk bayi yang dapat dibeli bebas di apotik.

Obat penurun panas juga dapat diberikan sebelum bayi menerima imunisasi. “Obat ini tak berbahaya dan tak akan menimbulkan efek apa-apa, karena jangka waktu bekerjanya hanya 6 jam,” terang Adi Tagor. Jadi, kalau sudah lewat waktunya dan si bayi masih panas, maka boleh diberikan lagi. Normalnya 3 kali sehari. Namun bila panasnya tinggi (38 derajat atau lebih) atau panasnya berlangsung lebih dari 2 hari, sebaiknya Bapak dan Ibu segera menghubungi dokter yang bersangkutan.

Yang penting diperhatikan, bila keluarga Anda memiliki keturunan stuip atau kejang demam; sebaiknya, sebelum bayi diimunisasi, beri tahu dokter tentang hal itu. Sebab, terang Adi, walaupun stuip bukan penyakit berbahaya, namun bila berbaur dengan imunisasi, terutama DPT, maka keadaannya akan tragis.

Selain itu, dengan Anda memberi tahu dokter, maka dokter tak akan menggunakan DPT tapi hanya DT. Jadi, tak termasuk Pertusis atau batuk rejan alias batuk 100 hari. Pertimbangannya, batuk rejan sudah jarang sekali terjadi sehingga lebih baik dilewatkan saja daripada si bayi nanti panas dan kejang.

Kadang dokter juga menggunakan DPT aceluler yang tak ada efek panasnya. Atau, tutur Adi, “sebelum suntikan DPT yang pertama, dubur bayi akan dimasukan dengan obat anti kejang. Dengan begitu, bayi akan aman sampai 6 jam. Disamping, bayi juga diberi obat penurun panas sebelum disuntik dan diulangi setiap 6 jam sekali.”

Sumber : http://www.tabloid-nakita.com/
(www.meri81.blogdetik.com/2008/08/15/17/)

13 Maret 2008

Selamatkan balita anda!

Sponsorer

Balita anda membutuhkan dukungan bagi perkembangan emosinya. Ada beberapa hal yang harus diketahui orang tua, antara lain :

1. Sempatkan waktu bermain dengan balita anda setiap hari. Kita harus meluangkan waktu bermain dengan balita setiap hari. Biarkan dia berkreasi dan beri mainan yang bermanfaat.

2. Luangkan waktu untuk memecahkan masalah dengan balita anda. Jika dia bersedih cari penyebabnya, dan cari pemecahannya.

3. Lihatlah masalah dari sudut pandang balita anda. Jika dia ngamuk cari masalahnya, cari alasan mengapa dia melakukan hal tersebut.

4. Minimalkan masalah. Jika dia jengkel karena gagal menutup botol, anda bisa membantunya memberi contoh cara menutup botol dengan benar.

5. Berikan batasan. Batasan memberi bimbingan dan rasa aman kepada balita anda. Misalnya waktu bermain dengan dia ketika dia menunjukkan perilaku buruk.

Sumber : Balita Anda

20 Februari 2008

Menjaga Kesehatan Balita

Kesehatan anak, khususnya balita, penting artinya bagi keluarga. Ibaratnya, kesehatan anak adalah kebahagiaan orang tua. Wajar ketika anak enggan ngedot, terserang pilek, demam, atau problem lainnya, orang tua kelabakan. Lantas, apa yang mesti dilakukan bila si kecil sakit, bagaimana pula mencegahnya?

Beberapa penyakit yang umum diderita anak hampir dipastikan pada satu saat menyerang anak kita. Oleh sebab itu gejala penyakit dan cara penanganannya perlu dikenali. Penanganan juga bukan hanya membantu penyembuhan, namun juga dapat mencegah timbulnya komplikasi lebih jauh.

Penyakit yang sering diderita bayi dan balita, menurut Dr. Kishore R.J., dokter spesialis anak yang berpraktik di Rumah Sakit Ibu dan Anak Hermina di Jatinegara, Jakarta, antara lain, demam, infeksi saluran napas, dan diare. "Tapi yang sering membuat orang tua segera membawa anaknya berobat adalah demam dan diare. Kalau batuk-pilek biasanya masih bisa ditunda," tuturnya.

Demam memang bukan penyakit, tapi gejala suatu penyakit. Semisal karena batuk dan pilek, radang tenggorokan, diare, infeksi lain pada saluran pencernaan, atau infeksi saluran napas. Dalam buku Mengatasi Gangguan Kesehatan pada Anak-Anak, karangan dr. Anies dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, kenaikan suhu tubuh juga sering terjadi saat tumbuh gigi pertama. Suhu tubuh juga akan meninggi sehabis memperoleh imunisasi DPT (difteria, pertusis, dan tetanus), namun hanya berlangsung kira-kira 24 jam.

Anak dikatakan demam, bila suhu tubuhnya di atas 37,5oC. Kalau itu yang terjadi, tidurkan anak dalam ruang ber-AC atau berkipas angin, kalau ada. "Kenakan pakaian yang tipis. Jangan diselimuti dengan selimut tebal - kecuali si anak menggigil - karena justru akan meningkatkan suhu tubuh," jelas Kishore.

Adalah bijaksana kalau di rumah selalu tersedia obat turun panas sebelum anak dibawa ke dokter. Parasetamol biasa dipakai dan aman untuk anak dan bayi. Selain obat turun panas, dr. Anies menyarankan agar anak diberi banyak minum ketika terserang demam. Boleh air putih, susu, air jeruk, sari buah, atau kaldu hangat. Dengan begitu anak akan mudah berkeringat sehingga suhu tubuh menurun. Seka keringat pada tubuhnya dengan handuk basah, bedaki seluruh tubuh, dan gantilah pakaiannya dengan yang kering supaya merasa segar.

Untuk menurunkan suhu tubuh bisa dibantu dengan mengompres kening dengan lap atau handuk basah. Selama suhu tubuhnya masih tinggi, kompres tetap perlu. Upaya menurunkan suhu tubuh ini perlu untuk mencegah terjadinya kejang-kejang atau setip.

Air tajin untuk diare
Diare yang disertai berkurangnya cairan tubuh (dehidrasi), batuk disertai sesak napas, gejala ke arah asma meskipun bukan asma, atau infeksi saluran napas bagian bawah, dan demam berdarah, menurut Kishore, perlu mendapat perawatan khusus.

Penyebab diare umumnya makanan. Bisa karena keracunan makanan atau karena kuman dalam makanan. Kalau makanannya beracun, gejala utamanya muntah, baru diikuti diare. Kalau karena kuman pada makanan, biasanya diare dulu baru kemudian muntah.

Dalam bukunya, dr. Anies menyebutkan, diare merupakan keadaan gawat darurat sehingga harus segera ditanggulangi sebelum kondisi dehidrasi terjadi, yaitu pertama-tama dengan memberikan banyak minum. Pemberian susu formula dan jus buah dihentikan sementara. Namun, ASI tetap dilanjutkan.

Bila diare terjadi berulang kali, anak akan kehilangan banyak cairan, bahkan sejumlah mineral penting, seperti sodium, potasium, dan klorida ikut terbuang. Bila berkelanjutan, bisa terjadi ketidakseimbangan cairan tubuh sehingga timbul dehidrasi. Kondisi dehdarasi inilah yang paling dikhawatirkan meski diare pada dasarnya akan sembuh sendiri.

Tanda-tanda dehidrasi antara lain anak menangis tanpa air mata, mulut dan bibir kering, selalu merasa haus. Air seni keluar sedikit dan berwarna gelap, ada kalanya tidak keluar sama sekali. Juga, mata cekung atau terbenam. Pada bayi tanda dehidrasi bisa dilihat lewat ubun-ubun yang menjadi cekung. Juga anak mengantuk, kulit pucat atau kekenyalan tubuh berkurang, dan bekas cubitan tidak cepat kembali normal.

Untuk mengatasinya, anak perlu diberi cairan sebanyak mungkin. "Tidak harus larutan oralit. Bisa berupa teh manis, air gula garam, jus, sup. Air tajin justru cukup efektif bagi bayi untuk mengatasi diare. Juga jauh lebih baik dibandingkan dengan oralit karena tajin mengandung glukosa polimer yang mudah diserap," jelas Kishore.

Larutan gula garam dibuat dengan perbandingan dua sendok teh gula pasir dan setengah sendok teh garam untuk segelas air putih. Larutan ini, menurut dr. Anies, diberikan sedikitnya setengah gelas tiap kali anak muntah atau buang air besar. Bisa juga diberikan satu sendok makan setiap lima menit, sampai anak dapat buang air kecil secara normal.

Air tajin selain cepat dicerna, juga mengandung kadar glukosa cukup tinggi, yang akan mempermudah penyerapan elektrolit. Selain itu dua macam poliglukosa dalam tepung tajin dapat menyebabkan feses lebih padat. Keuntungan lain air tajin adalah adanya kandungan proteinnya, yaitu 7 - 10 %. Sedangkan garam oralit tidak mengandung protein. Penggunaan air tajin sebagai "obat diare", menurut dr. Anies, tidak berbahaya untuk bayi sekalipun.

Alergi hingga gondong
Yang juga sering diderita anak-anak adalah alergi, dan yang paling sering alergi saluran pernapasan. Menurut dr. Anies, penyebabnya bisa macam-macam. Gelaja umumnya sama, yakni bersin-bersin, mata berair, hidung tersumbat, ingusan, dan gatal. Anak biasanya menggaruk-garuk hidungnya dengan punggung tangannya.

Bila sedang terserang, disarankan anak dihindarkan dari pencetusnya. Kalau pencetusnya debu, seisi kamarnya harus bebas debu dan diusahakan tidak lembap. Tirai, karpet, dan sejenisnya disingkirkan.

Gangguan pernapasan lainnya adalah asma. Pencetusnya bisa karena pilek dan selesma, terlalu banyak bergerak, udara dingin, perubahan emosi, asap rokok, perubahan cuaca, dan alergi (udara, debu rumah, bulu binatang, makanan, dsb.). Namun, yang paling sering ialah alergi. Ada kalanya gabungan beberapa pencetus asma dapat menimbulkan serangan. Misalnya, ketika sedang berlari-lari anak tidak terserang asma. Tetapi kalau berlari-lari saat cuaca dingin, serangan asma timbul.

Ketika terserang asma, anak diberi obat yang diresepkan dokter. Jika anak sulit bernapas sampai tak mampu menelan makanan, bibir dan lidah kebiruan, segera saja hubungi dokter.

Obat asma sebenarnya bersifat sementara. Kalau pencetusnya ada, sesak napas akan berulang. Jadi, langkah pencegahan terbaik, bebaskan anak dari segala pencetusnya.

Selain itu, anak-anak sering tak luput dari serangan batuk, yang juga merupakan gejala suatu penyakit. Misalnya karena gangguan pada saluran pernapasan. Meski demikian, menurut dr. Anies, batuk yang berlebihan bisa sangat mengganggu, bahkan mengakibatkan berbagai komplikasi.

Beberapa penyebab batuk menahun dan berulang misalnya bronkitis atau radang tenggorokan, asma, kelainan paru-paru menahun, masuknya benda asing atau makanan ke saluran napas, dan kelainan bawaan pada saluran napas. Namun, bisa juga karena gangguan psikologis, semisal setelah kelahiran adik baru.

Keluhan batuk perlu disampaikan ke dokter, apakah karena perubahan cuaca pagi, malam, atau sepanjang hari. Sewaktu duduk, apakah si kecil mengeluarkan dahak atau tidak. Perlu disampaikan pula asal mula, ciri-ciri batuk, untuk mempermudah diagnosis dan pengobatannya.

Batuk rejan merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan bagian atas, tepatnya pada batang tenggorokan. Penyebabnya kuman Hemophilus pertussis. Batuk rejan yang juga dikenal sebagai "batuk seratus hari" atau kinkhoest berlangsung selama dua bulan lebih, kalau tidak diobati dengan baik. Gejalanya mirip influenza, yaitu batuk dan pilek ringan serta menurunnya nafsu makan, yang berlangsung kira-kira 1 - 2 minggu.

Bayi dan balita, menurut dr. Anies, termasuk kelompok yang paling sering menderita batuk rejan. Jika batuk ini tak diobati dengan baik, dikhawatirkan akan terjadi komplikasi. Agar tidak tertular, jauhkan anak dari penderita batuk rejan. Pencegahan utama, tulis dr. Anies, adalah pemberian vaksinasi DPT sebanyak tiga kali. Suntikan ulangan diberikan satu tahun setelah suntikan dasar ketiga dilakukan. Vaksinasi DPT yang pertama telah dianjurkan bagi bayi yang berusia tiga bulan.

Influenza sebenarnya bukan penyakit berbahaya. Disebabkan sejenis virus, penyakit ini umumnya menyerang sebagai wabah dan akan berlangsung selama 3 - 4 hari. Jarang menimbulkan komplikasi, sekalipun disertai demam tinggi. Namun, kalau daya tahan tubuh penderita menurun, maka infeksi sekunder, seperti pneumonia, bronkitis, infeksi telinga atau sinusitis, dapat muncul. Jika ini terjadi, anak segera dibawa ke dokter.

Untuk mengatasinya, anak perlu cukup istirahat dan diberi cukup cairan. Sari buah atau air bisa untuk mengganti cairan yang hilang karena berkeringat. Kopi, teh, dan susu tidak dianjurkan. Setiap tiga atau empat jam sekali, suhu tubuh anak diperiksa. Jika suhu naik mencapai lebih dari 38oC dan tidak turun dalam waktu 36 jam, segera bawa ke dokter.

Anak-anak pun sering menderita selesma dan pilek, lebih-lebih bila daya tahan tubuh anak kurang baik. Anak yang mengalami pilek akibat virus ini perlu diajari mengeluarkan lendir dalam hidungnya untuk mencegah terjadinya penumpukan lendir yang dapat mengganggu organ lain, misalnya telinga.

Dalam kondisi seperti ini, anak perlu banyak istirahat dan makan menu bergizi. Sari buah segar baik untuk penderita penyakit ini. Bila suhu tubuh meningkat, anak dapat diberi obat penurun panas atau kompres dingin untuk mencegah kemungkinan timbulnya kejang.

Gondong juga kerap diderita anak-anak. Penyebabnya sejenis virus yang menyerang kelenjar ludah, yaitu parotid kelenjar ludah besar di depan telinga. Sering pula terjadi pada kelenjar di bawah rahang dan biasanya kedua sisi yang terkena.

Beristirahat di tempat tidur dapat mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Tidak berlaku pantangan makanan dan minuman, tapi makanan yang lunak dan mudah dicerna sangat dianjurkan. Makanan seperti agar-agar, serikaya, sup kaldu, dan sayuran yang dihaluskan, baik bagi penderita gondong. Perlu cukup minum untuk menggantikan cairan yang keluar melalui keringat.

Dokter biasanya memberikan obat penurun panas dan penghilang rasa sakit yang diminumkan selama gejala penyakit masih ada. Bila anak merasa kepala maupun buah zakarnya sakit, perut dan daerah kemaluan terasa nyeri, segera dibawa ke dokter.

Sedia obat sebelum sakit
Apa yang mesti dilakukan agar anak tidak mudah terserang penyakit? "Ya, tergantung penyakitnya. Agar anak kita tidak terserang batuk-pilek, hindarkan anak dari penderita batuk-pilek," ujar Dr. Kishore.

Untuk mencegah diare, saran Dr. Kishore, jangan makan jajanan dari luar yang kurang terjamin kebersihannya. Bagi bayi, botol susu harus disterilkan. Yang paling penting menjaga kebersihan. "Yang sering terjadi, dot jatuh dan dipasang kembali karena baby sitter malas mencucinya. Atau, susu sudah berjam-jam diminumkan lagi," ujarnya. Hal-hal demikian banyak terjadi terutama pada keluarga dengan tingkat sosial ekonomi rendah sekali, atau tinggi sekali, yang menyerahkan perawatan anak sepenuhnya pada pengasuh bayi.

Dalam kotak obat keluarga sebaiknya tersedia jenis obat anak, seperti obat turun panas dan antidiare. Juga jenis obat lain berdasarkan kasus demi kasus yang biasa diderita anak. Misalnya, untuk anak yang sering kambuh asmanya, perlu disediakan obat cadangan dengan resep dokter untuk persediaan kalau asmanya timbul.

Dalam pemeliharaan kesehatan anak, pemenuhan gizi berpengaruh terhadap kesehatan dan daya tahan anak. "Kalau gizi baik, risiko anak terkena penyakit berkurang. Kalaupun terkena kuman, karena daya tahan tubuhnya bagus, ia tidak sampai sakit, tapi hanya berupa gejala. Misalnya, diare sebentar kemudian diare itu hilang," jelas Dr. Kishore.

Daya tahan tubuh, yang dikenal sebagai immunoglobulin berasal dari protein. Kalau tidak ada protein, tidak akan terbentuk faktor daya tahan tubuh. "Jadi, ada korelasi langsung antara gizi dan daya tahan tubuh. Semakin buruk gizinya, semakin jelek daya tahan tubuhnya, semakin sering terinfeksi, semakin turun nafsu makannya, dan semakin turun lagi daya tahan tubuhnya. Semua menjadi seperti lingkaran setan," tutur Dr. Kishore. Itulah pentingnya dilakukan imunisasi pada anak.

"Menu ideal untuk bayi dan anak balita adalah yang seimbang. Mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral yang sesuai dengan kebutuhan anak," katanya.

Yang pasti, makanan untuk balita harus cukup energi dan semua zat gizi sesuai dengan umur. Semua gizi esensial harus cukup. Kebutuhan energi bayi dan anak relatif lebih besar daripada orang dewasa, karena pertumbuhannya yang pesat. Demikian pula kebutuhan protein balita relatif lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa. Protein merupakan sumber asam amino esensial yang diperlukan sebagai zat pembangun, yakni untuk pertumbuhan dan pembentukan protein serum, hemoglobin, enzim, dan antibodi. Juga untuk menggantikan sel-sel yang rusak, memelihara keseimbangan asam basa cairan tubuh dan sumber energi.

"ASI (Air Susu Ibu) tetap merupakan yang paling penting bagi bayi dan anak balita," tegas Dr. Kishore. Selain penting selama masa anak-anak, ASI juga sebagai makanan utama bayi. "Di samping itu juga murah, aman, higienis, dan sangat membantu pertumbuhan bayi," tegasnya.

Produksi ASI sampai hari kelima, yang disebut kolostrum (cairan kental kekuningan), sangat baik bagi bayi. Ia mengandung banyak antibodi, protein, mineral, dan vitamin A. Yang jelas, kata Kishore, ASI merupakan makanan terbaik yang tak tergantikan oleh segala bentuk makanan lain, baik susu formula, food supplement, ataupun suplemen vitamin. Tetapi, susu formula diperlukan untuk bayi-bayi yang tidak mendapatkan cukup ASI. Misalnya, ketika ibu sakit dan produksi ASI tidak mencukupi.

Jadi, bukan berarti anak balita tak boleh sama sekali memakai susu formula atau PASI (pengganti air susu ibu). "Kalau ASI memang tidak cukup, ya harus ditambah susu formula. Tapi kalau cukup, berikan ASI selama minimal empat bulan, yang dikenal sebagai pemberian ASI eksklusif, tanpa makanan tambahan," jelas Kishore.

Dalam jumlah cukup, ASI dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 3 - 4 bulan pertama. Setelah empat bulan, bayi perlu menu pelengkap atau tambahan (selain ASI atau PASI) karena kebutuhan gizi bayi meningkat, dan tidak seluruhnya dapat dipenuhi ASI. Tapi bukan berarti pemberian ASI dihentikan. Bahkan ASI dianjurkan tetap diberikan sampai anak berusia dua tahun. Tentu saja, kalau ASI masih diproduksi.

Dalam susu formula sudah terdapat asam amino esensial, asam lemak tak jenuh esensial, dan vitamin untuk kebutuhan sehari-hari. "Jadi, nggak perlu tambahan. Tambahan vitamin baru diberikan kalau ada gejala defisiensi vitamin. Atau, ketika muncul tanda-tanda malas makan, vitamin diberikan untuk merangsang nafsu makan anak," tuturnya.

Kalau susu formula diberikan sesuai kebutuhan, defisiensi tak akan terjadi. Bahkan, kalau sudah memperoleh menu makanan seimbang, tanpa susu formula pun anak tidak perlu lagi vitamin tambahan. Karena dalam menu yang seimbang itu sudah terdapat vitamin-vitamin yang dibutuhkan tubuh. (A. Hery Suyono)

Sumber : Indomedia.com

01 Februari 2008

Pertumbuhan Berat Badan Bayi


Dalam prakteknya, bayi-bayi yang lahir dengan berat badan rendah, akan lebih cepat bertambah berat badannya, seakan-akan mengejar ketinggalannya, dan pada saat usianya mencapai 5 bulan maka beratnya mencapai 6 kg. Bayi-bayi yang besar pada waktu lahir sering tumbuh lambat, selama 3 bulan pertama berat badan bayi rata-rata 70 gram/bulan. Kemudian pertambahan akan makin lambat, pada usia 4-6 bulan berat badannya bertambah 600 gram/bulan. Pada usia 7-9 bulan pertambahan berat badannya hanya 400 gram saja perbulan. Pada usia 10-12 bulan pertambahan berat badannya rata-rata 300 gram perbulan atau 3 kali berat badan saat lahir. Pertambahan berat badan pada tahun kedua hanya 200-250 gram/bulan saja. Pertambahan ini akan sangat dipengaruhi oleh banyaknya makanan dan keaktifan pencernaan, jenis makanan, dan lain-lain.

Bila anda menemukan pertambahan berat badan bayi anda hanya 125 gram saja, padahal biasanya ia naik 200 gram maka anda tidak perlu cemas. Apalagi, kalau ia tampak sehat. Tunggulah sampai minggu berikutnya, mungkin beratnya naik sampai 300 gram untuk mengejar ketinggalannya di minggu lalu. Selain itu, perlu dipertimbangkan pula bahwa semakin besar bayi, makin lambat kenaikan berat badannya.

Bagaimana halnya dengan bayi yang memiliki berat badan berlebih/kegemukan?
Menurut beberapa peneliti, seorang bayi yang waktu kecilnya sangat gemuk cenderung tetap gemuk seumur hidup mereka. Jika seorang menjadi gemuk, bukan berarti sel-sel tubuhnya penuh lemak, tetapi karena sel-sel lemaknya yang bertambah dan berlipat ganda. Sekali sel-sel lemak ini dibentuk, ia akan tetap tinggal dalam tubuh seumur hidup. Sebagian masyarakat berpendapat, bahwa bayi yang gemuk sangat lucu, menarik, dan menggemaskan, sehingga mereka senang sekali jika memiliki bayi yang gemuk, yang menandakan bahwa orang tuanya pandai merawat anak. Padahal anggapan seperti ini keliru. Anak yang terlalu gemuk tidak selalu anak yang sehat. Segera setelah bayi menunjukkan tanda-tanda ia terlalu gemuk, dokter mungkin akan membatasi diet lemak dan karbohidratnya serta menggantinya dengan buah dan sayuran. Lemak dalam susu bisa dikurangi dengan mengganti susu yang dikonsumsi dengan susu rendah lemak. Mentega, margarine, crème jangan diberikan. Kurangi pemberian roti, biskuit, dan kue-kue, terutama yang manis-manis. Puding boleh diberikan seperti biasa, terutama yang terbuat dari agar-agar. Tetapi walaupan sedikit makanan bayi yang harus mengandung lemak juga, karena dari segi nutrisi tidak terlalu baik kalau menghapus lemak sama sekali dari diet bayi.

Sumber : Infobunda.com

30 Januari 2008

ASI dengan Ovalbumin Bisa Lindungi Anak dari Asma

PARIS - Ilmuwan dari Prancis dengan menggunakan model tikus percobaan telah menemukan bahwa ASI yang mengandung ovalbumin mampu melindungi bayi dari asma.

Selama ini memang masih menjadi perdebatan tentang kemampuan ASI dalam melindungi bayi dari asma. Namun dari hasil penelitian peneliti Prancis yang di publikasi dalam jurnal Nature Medicine, menjawab semua perdebatan tersebut. Peneliti dari Institut Nasional untuk Penelitian Medis dan Kesehatan, memberikan tikus yang sedang masa menyusui paparan udara yang mengandung ovalbumin, salah satu unsur penyebab alergi asma yang umum diketahui, yang biasa ditemukan dalam putih telur. Namun kemudian induk tikus tersebut menyalurkan zat alergi itu melalui ASI-nya, justru membantu anak tikus mengembangkan sistem kekebalan tubuh yang toleran terhadap iritan.

"Sistem kekebalan tersebut kemudian memunculkan protein TGF beta, yang penting bagi ASI. Dari hasil uji, ternyata anak tikus yang mengonsumsi ASI yang terpapar ovalbumin memiliki risiko jauh lebih rendah terkena gejala asma, seperti sesak nafas dan lain-lain. Dibandingkan dengan anak tikus yang mengonsumsi ASI yang tidak terpapar ovalbumin," kata para peneliti seperti dikutip AFP.

Asma merupakan masalah kesehatan yang serius dan telah menjangkiti lebih dari 300 juta penduduk dunia, meskipun kasus penyakit ini memang kompleks.

Diduga penyebabnya adalah karena alergi terhadap paparan asap tembakau, serbuk, dan tungau, sewaktu usia anak masih kecil. Beberapa penelitian yang dikembangkan telah menemukan bahwa bayi yang lahir bisa mengembangkan antigen melalui ASI yang toleran terhadap paparan. Namun penelitian lainnya membantah, tidak ada bukti ASI bisa membantu melindungi bayi dari asma. Bahkan beberapa penelitian justru malah menunjukkan bahwa ASI malah memperbesar risiko asma.

Namun dengan penelitian baru dari para peneliti Prancis ini, semakin menunjukkan bahwa ASI ternyata memang bermanfaat untuk melindungi bayi dari asma. Terutama ASI yang telah terpapar oleh ovalbumin.

Pada hasil penelitian dari kalangan ilmuwan Kanada yang di publikasi menjelang akhir tahun 2007 lalu, seperti dilaporkan Timesonline menyatakan bahwa ASI tidak melindungi bayi dari Asma. Penelitian yang melibatkan 13.000 responden ibu dan anak-anak itu tidak menemukan bukti bahwa ASI memang melindungi bayi dari infeksi saluran pernafasan, termasuk asma.

Ketua Tim Peneliti, Michael Kramer, dari Rumah Sakit Anak Montreal menyatakan meskipun tema tentang ASI bisa melindungi alergi dan asma telah lama diperdebatkan selama lebih dari 70 tahun, namun hasil penelitian yang mereka lakukan tidak menunjukkan bahwa ASI bisa melindungi dari risiko terkena asma.

"ASI eksklusif selama 6 bulan tidak mengurangi risiko terkena asma pada anak-anak ketika mereka nantinya berusia 6,5 tahun," katanya.

Namun ASI memang sangat penting bagi kesehatan bayi, sebab menyediakan antibodi sang ibu dan faktor pertahanan lainnya sangat berguna bagi bayi. Zat antibodi dalam ASI sangat penting untuk melawan infeksi akibat bakteri, jamur, virus, dan antigen lainnya yang sebelumnya telah terpapar pada sang ibu.

Namun penelitian dari Amerika Serikat (AS) memang memaparkan bahwa ASI bisa melindungi bayi dari alergi yang umum menyerang. Baik itu alergi makanan, asma, atau eczema. ASI eksklusif, seperti dilaporkan HealthDay News bisa menghindarkan bayi jika pemberian asi eksklusif minimal empat bulan tanpa tambahan susu formula. Hasil penelitian ini dipaparkan dalam jurnal American Academy of Pediatrics (AAP) yang dipublikasi awal Januari 2008 ini.

"Secara prinsip, mungkin tidak masalah apapun yang dimakan atau dikonsumsi oleh ibu selama masa kehamilan atau masa menyusui," kata salah satu peneliti, Dr Frank Greer, seorang profesor pediatri pada Universitas Wisconsin.

Menurut dia, cara terbaik untuk mencegah alergi adalah ASI eksklusif selama empat bulan. Dan jika bayi lahir dari keluarga yang memiliki penyakit alergi maka sapihlah si bayi untuk tidak menyusu ASI agar terhindar dari alergi. Khususnya untuk alergi eczema. (Abdul Malik/Sindo/mbs)

Dari : Okezone

19 Januari 2008

Tabel Berat dan Tinggi terhadap Umur Anak Indonesia

BERAT DAN TINGGI BADAN RATA-RATA
(Umur 0-5 Tahun, jenis kelamin tidak dibedakan)

Umur Berat (Gram) Tinggi (Cm)
Standar 80% Standar Standar 80% Standar

Lahir
0 - 1 Bulan
2 Bulan
3 Bulan
4 Bulan
5 Bulan
6 Bulan
7 Bulan
8 Bulan
9 Bulan
10 Bulan
11 Bulan
12 Bulan

3.400
4.300
5.000
5.700
6.300
6.900
7.400
8.000
8.400
8.900
9.300
9.600
9.900
2.700
3.400
4.000
4.500
5.000
5.500
5.900
6.300
6.000
7.100
7.400
7.700
7.900
50.5
55.0
58.0
60.0
62.5
64.5
66.0
67.5
69.0
70.5
72.0
73.5
74.5
40.5
43.5
46.0
48.0
49.5
51.0
52.5
54.0
55.5
56.5
57.5
58.5
60.0
1 tahun 3 Bulan
6 Bulan
9 Bulan
10.600
11.300
11.900
8.500
9.000
9.600
78.0
81.5
84.5
62.5
65.0
67.5
2 tahun 0 Bulan
3 Bulan
6 Bulan
9 Bulan
12.400
12.900
13.500
14.000
9.900
10.500
10.800
11.200
87.0
89.5
92.0
94.0
69.5
71.5
73.5
75.0
3 tahun 0 Bulan
3 Bulan
6 Bulan
9 Bulan
14.500
15.000
13.500
16.000
11.600
12.000
12.400
12.900
96.0
98.0
99.5
101.5
77.0
78.5
79.5
81.5
4 tahun 0 Bulan
3 Bulan
6 Bulan
9 Bulan
16.500
17.000
17.400
17.900
13.200
13.600
14.000
14.400
103.5
105.0
107.0
108.0
82.5

85.5
86.5
5 tahun 0 Bulan 18.400 14.700 109.0 87.0

Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI

11 Januari 2008

RASA INGIN TAHU ANAK BESAR = ANAK CERDAS. BENARKAH?

Ringkasan ini tidak tersedia. Harap klik di sini untuk melihat postingan.

03 Januari 2008

Dua Tahun Pertama Yang Sangat Penting

Oleh Yusi Elsiano Rosmansyah

Mungkin masih ada sebagian orangtua yang menganggap bahwa memberikan pendidikan kepada anak usia dua tahun pertama adalah tidak penting. Mereka percaya bahwa pendidikan yang diberikan kepada anak usia ini tidak akan memberikan pengaruh apa-apa. Sebab, di usia ini anak belum dapat berkomunikasi dengan baik, belum dapat memahami kata-kata, dan belum bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Dengan demikian, tidak sedikit orangtua yang mengabaikan masalah pendidikan anak di usia ini, melainkan hanya menekankan pada pemenuhan makanan, minuman, dan pakaian saja.

Cara pandang orangtua seperti di atas adalah tidak benar. Justru sebaliknya, usia dua tahun pertama adalah usia yang paling penting dan mempengaruhi masa depan anak. Pada masa ini, otak dan jiwa anak masih bersih dan belum terbentuk. Ia siap menerima bentuk apa saja yang diberikan oleh orangtuanya, dan kemudian akan disimpan di dalam memorinya dengan baik. Jadi, jika orangtua ingin memiliki anak disiplin, selalu menjaga kebersihan, mandiri, dan percaya diri maka orangtua tersebut harus sudah menerapkannya sejak awal anak lahir dan menyusui (Ibrahim Amini, 2006). Karena, boleh jadi segala hal yang diterima anak ketika ia masih kecil akan terbawa hingga ia dewasa kelak.

Di bawah ini adalah beberapa hal yang dapat dilakukan orangtua untuk mendidik ’si usia dua tahun pertama’, di antanya adalah:

Mendidik anak disiplin.
Mengatur jadwal makan, menyusui, dan tidur kepada anak dapat memberikan banyak manfaat sekaligus, yaitu selain untuk membiasakan anak agar dapat hidup teratur, juga sangat baik untuk kesehatan alat pencernaan. Sedangkan menyusun jadwal tidur pada anak dapat memberikan manfaat agar syaraf-syaraf anak memperoleh ketenangan .

Mengajarkan anak hidup bersih.
Bila orangtua ingin mengajarkan hidup bersih kepada anak maka mereka harus membiasakan anak agar tetap bersih, misalnya dengan cara mencuci tangan dan mukanya setiap kali terlihat kotor. Dengan demikian, anak akan mengerti bahwa setiap kali tangan atau mukanya kotor maka harus dibersihkan.

Mengajarkan anak hidup mandiri dan percaya diri.
Sikap orangtua yang selalu memberikan kesempatan, bimbingan, dan arahan kepada anak untuk melakukan kebutuhannya sendiri dapat mendorong anak hidup mandiri dan percaya diri. Misalnya, membiarkan anak menggunakan sendok ketika makan sendiri atau membimbing anak membuka kancing bajunya sendiri. Dengan demikian, semakin banyak kemampuan atau keterampilan yang ia miliki, maka rasa percaya diri pada anak akan semakin tumbuh.

Jadi, jelaslah sudah bahwa masa dua tahun pertama kehidupan anak adalah masa yang paling penting untuk mempersiapkan anak agar dimasa yang akan datang ia mampu melakukan sesuatu dengan baik. Anak memiliki fondasi hidup yang teratur dan baik. Bagi orangtua yang menganggap sepele dan mengabaikan masa penting ini, maka akan mendatangkan kerugian yang tidak akan tergantikan.

Sumber : http://www. perkembangananak.com