27 Desember 2007

Susui Bayi Segera Setelah Lahir

Seorang bayi mungil baru saja lahir. Setelah tali pusar dipotong, si bayi segera didekatkan ke dada ibunya, tanpa pembatas selembar kain pun. Sang ayah lalu mendekat, mengumandangkan azan ke telinga si kecil. Dokter Utami Roesli SpA MBA IBCLC, terharu menyaksikan peristiwa setahun lalu itu. Ia merasakan peristiwa tersebut sebagai pengalaman yang paling indah dalam hidupnya.

"Selama 35 tahun jadi dokter, ini pertama kali saya melihat seorang ayah mengazankan anaknya di dada ibunya. Indah sekali," kata Utami, mengisahkan saat-saat kelahiran cucu pertamanya. Dan tak hanya indah. Inisiasi menyusu dini seperti yang dilihat Utami itu juga sangat penting. "Selama ini, orang tidak menyadari bahwa ibu dan bayi sudah dapat berinteraksi pada menit-menit pertama setelah si buah hati lahir," kata dokter spesialis anak dari Rumah Sakit St Carolus ini ketika berbicara dalam seminar Inisiasi Menyusu Dini di Jakarta, belum lama ini.

Menurut Utami, interaksi antara ibu dan jabang bayi yang baru lahir akan terjadi bila bayi segera diletakkan di perut atau dada ibu dengan kulit ibu melekat di kulit bayi. Tahukah Anda, meski baru saja dilahirkan, si jabang bayi dapat merangkak ke arah payudara dan menyusu sendiri. Sungguh menakjubkan. Bahkan, yang juga tidak banyak disadari, suhu kulit ibu akan menyesuaikan dengan suhu yang dibutuhkan bayi.

Mengutip penelitian Dr Lennart Righard (pakar sekaligus peneliti dari Department of Pedriatics, University of Land, Malmo General Hospital Swedia), Utami mengatakan, pada dasarnya bayi sudah bisa menyusu sendiri segera setelah lahir. Sebaliknya, pemisahan ibu dan bayi dalam jangka waktu tertentu setelah kelahiran bisa berakibat bayi tidak dapat menyusu.

Mengambil sampel 72 ibu dan bayi baru lahir, Lennart membagi mereka ke dalam dua kelompok, masing-masing kelompok bayi lahir normal, dan kelompok bayi yang lahir dengan bantuan obat-obatan atau tindakan. Bayi lahir normal pun dibagi dua. Sebagian diletakkan di perut ibu setelah lahir dan tidak dipisahkan selama setidaknya satu jam, sebagian lainnya dipisahkan dari ibu untuk ditimbang dan dimandikan. Hasilnya, dalam 20 menit, bayi yang diletakkan di perut ibunya mulai merangkak ke arah payudara dan menyusu dalam 50 menit. Sebaliknya, bayi lahir normal yang dipisahkan, 50 persen tidak dapat menyusu sendiri.

Bayi lahir dengan obat-obatan atau tindakan lebih parah lagi. Meski tak dipisahkan dari sang ibu setelah lahir, tak semua dari mereka (bayi-bayi yang lahir dengan bantuan obat atau tindakan) dapat menyusu. Apalagi yang dipisahkan dari ibunya, 100 persen tidak dapat menyusu. 'Karena itu, menunda permulaan menyusu lebih dari satu jam akan menyebabkan kesukaran menyusui," kata Utami.

Tingkatkan risiko kematian bayi
Tak hanya menyebabkan kesulitan menyusu, menunda permulaan menyusu juga meningkatkan risiko kematian bayi. Penelitian Edmond K dan para koleganya dari Department for International Development, Inggris, menunjukkan hal itu.

Menggelar riset di Ghana terhadap 10.947 bayi lahir dan disusui, Edmond menemukan, bayi yang mulai menyusu dalam satu jam pertama, sebanyak 22 persen dapat diselamatkan dari kematian. Sementara bayi yang mulai menyusu pada hari pertama, sebanyak 16 persen dapat diselamatkan dari kematian. Makin lama permulaan menyusu ditunda, makin meningkat pula risiko kematian si bayi.

Utami mengakui, semula ia pun tidak menyadari pentingnya inisiasi menyusu dini. Sebagaimana dipahami banyak orang, maka setelah dilahirkan, bayi lebih dulu dibersihkan lalu diselimuti. "Jujur, saya juga begitu dulu," ucapnya. "Yang benar, begitu lahir, tali pusar dipotong lalu lekatkan bayi ke dada ibu. Jangan dibedong. Kalau dia dingin, suhu tubuh ibu akan naik," ujar pakar ASI (Air Susu Ibu) dari Sentra Laktasi Indonesia ini.

Menurut Utami, kontak kulit dengan kulit menjadi penting karena dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat. Kehangatan saat menyusu menurunkan risiko kematian karena hipothermia. Ibu dan bayi pun merasa lebih tenang, pernapasan dan detak jantung bayi menjadi lebih stabil, bayi pun tidak sering menangis sehingga mengurangi pemakaian energi.

Selain itu, saat merangkak mencari payudara, bayi menjilat-jilat kulit ibu. Saat itu, bayi menelan bakteri baik yang ada di kulit ibu. Bakteri baik ini membuat koloni di usus dan kulit bayi untuk menekan bakteri jahat. Lebih penting lagi, bayi akan mendapatkan ASI kolostrum, cairan 'emas' yang kaya akan antibodi dan zat penting lain yang baik untuk pertumbuhan usus dan daya tahan terhadap infeksi.

Tidak hanya itu. Menurut Utami, sentuhan, emutan, dan jilatan bayi pada puting ibu akan merangsang keluarnya oksitosin yang penting untuk beberapa hal, antara lain: menyebabkan rahim berkontraksi untuk membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi perdarahan ibu, merangsang hormon-hormon lain yang membuat ibu menjadi tenang, rileks, dan mencintai bayi. Oksitosin juga bermanfaat untuk meningkatkan ambang nyeri dan merangsang aliran ASI dari payudara.

Dari semua itu, ada hal lain yang dapat dirasakan amat berarti dalam kehidupan rumah tangga. Seperti dituturkan Utami, ibu dan ayah akan merasa sangat bahagia melihat bayinya untuk pertama kali dalam keadaan seperti itu. Ayah dapat mengumandangkan azan untuk anaknya yang berada di dada sang ibu. "Ini mungkin menjadi langkah awal dari keluarga sakinah." bur

Dari : www.aguss.sayanginanda.com

11 Desember 2007

Bayi Bisa Bedakan Baik & Buruk

JANGAN sekali-kali berlagak seperti penjahat di hadapan bayi. Bayi, yang oleh sebagian besar orang dewasa dianggap belum mengerti apa-apa, ternyata memiliki kemampuan membedakan mana yang baik dan buruk.

Penelitian yang dilakukan para ilmuwan Universitas Yale, AS mengungkapkan, bayi berusia enam hingga sepuluh bulan ternyata sudah bisa membedakan orang berkarakter baik dan buruk. Dalam penelitian tersebut, ketika diminta memilih, bayi lebih suka bermain dengan karakter protagonis daripada karakter antagonis.

Bayi bisa melakukannya tanpa perlu diajari karena bayi memiliki keterampilan untuk bertahan hidup (survival skill). "Kami sangat terkejut menemukan bahwa bayi memiliki survival skill ini. Bayi tidak perlu diajari karena keterampilan ini merupakan buah dari evolusi," tutur ketua tim peneliti Kiley Hamlin, ahli psikologi Yale University.

Dalam penelitiannya, Hamlin beserta tim menunjukkan boneka-boneka kayu bermata besar kepada sejumlah bayi. Ketika dilihat sepintas, boneka-boneka tersebut seluruhnya menyiratkan kesan sebagai tokoh jahat karena semuanya bermata buas. Selanjutnya, Hamlin menggelar pertunjukan mirip pementasan wayang golek (cerita boneka) di depan para bayi. Bayi-bayi tersebut duduk dipangku orang tua masing-masing. Namun, orang tua tidak boleh melakukan interferensi. Artinya, orang tua tidak boleh mengatakan apa pun kepada bayi selama pertunjukan berlangsung.

Dalam pertunjukan, boneka-boneka tersebut berjuang memanjat sebuah tebing. Boneka-boneka itu memainkan tiga peran berbeda dalam pertunjukannya. Sebuah boneka berperan sebagai karakter netral yang berjuang sendiri untuk memanjat tebing. Boneka yang lain berperan sebagai tokoh protagonis yang membantu temannya memanjat. Adapun boneka yang lain berperan sebagai karakter antagonis yang selalu menghalangi boneka lain memanjat tebing.

Setelah pertunjukan usai, seluruh boneka yang terlibat pertunjukan disodorkan kepada bayi untuk dipilih sebagai teman bermain. Hasilnya, sebanyak 80 persen dari bayi-bayi tersebut ternyata memilih boneka yang memerankan tokoh protagonis dan menghindari boneka-boneka yang memerankan tokoh antagonis. Dalam penilaian Hamlin, reaksi bayi-bayi tersebut membuktikan bahwa bayi bisa menilai baik atau buruk seseorang berdasarkan perilaku orang tersebut terhadap orang lain.

Untuk menegaskan kesahihan hasil penelitian pertama, Hamlin melanjutkan dengan penelitian kedua. Dalam pertunjukan babak kedua, boneka-boneka kayu yang digunakan pada pertunjukan pertama dipertemukan kembali. Boneka-boneka tersebut saling bersalaman. Bayi-bayi menunjukkan keterkejutan ketika melihat satu boneka protagonis mendekati boneka antagonis. Reaksi tersebut menunjukkan bahwa bayi sesungguhnya mengetahui bahwa karakter-karakter antagonis harus dihindari.

Hamlin rupanya belum puas dengan hasil kedua penelitian tersebut. Karena itu, Hamlin melanjutkan dengan penelitian tahap ketiga. Pada penelitian tahap akhir ini, bayi-bayi diminta memilih antara boneka protagonis dan boneka netral. Hasilnya, tetap saja para bayi tersebut memilih boneka protagonis sebagai teman bermain.Tidak ada perbedaan reaksi pada bayi laki-laki atau perempuan.

"Bayi-bayi tersebut terbukti lebih menyukai karakter protagonis daripada antagonis dan mereka tetap memilih karakter protagonis daripada karakter netral. Ini merupakan bukti bahwa bayi yang belum bisa bicara ternyata bisa menilai orang lain berdasarkan perilaku orang itu terhadap sesama," jelas Hamlin.

Karena itu, orang tua harus lebih berhati-hati menjaga perilaku di depan anak. Para ilmuwan memperingatkan, pengalaman-pengalaman yang dirasakan anak sejak bayi berperan besar dalam pembentukan karakter anak hingga dewasa. Penelitian para ilmuwan Yale University tersebut bukan penelitian pertama terhadap keterampilan sosial yang dimiliki bayi. (ap/yc)**

http://aguss.sayanginanda.com

15 November 2007

10 Cara Efektif Bicara dengan Batita

Oleh : Hilman Hilmansyah

Kenali karakteristik serta kematangan berpikirnya.

Kalau Anda sudah tahu sifat-sifat si kecil dan bisa mengira-ngira kecepatannya menangkap informasi, Anda akan lebih mudah melakukan pendekatan yang pas untuknya. Ya, tiap anak pasti butuh pendekatan yang berbeda tergantung pada pembawaannya. Namun demikian, ada patokan dasar tentang resep berkomunikasi efektif dengan si kecil. Nah, mari kita simak patokan-patokan tersebut seperti disampaikan Linawaty Mustopoh Psi., dari Experd Consulting, berikut ini:

* Singkat dan sederhana

Akui saja, kita terkadang bingung bila mendengar pembicaraan yang panjang lebar atau ngalor-ngidul, bukan? Nah, apalagi anak-anak. Lantaran itu, gunakan bahasa yang sederhana dan singkat. Saat kita memberikan suatu intruksi, katakan "Yuk, cuci tangan sebelum makan!" Lebih baik lagi bila orangtua mencontohkan bagaimana cara melakukan hal tersebut.

Kemudian, saat berkomunikasi dengan si kecil perhatikan intonasi dan nada suara. Jangan terburu-buru atau dengan nada menghardik. Intonasi tak jelas atau nada terburu-buru, membuat si batita kurang tanggap akan apa yang dibicarakan.

* Jelas

Kemampuan berbahasa, si batita, kan, masih terbatas. Hindari kata-kata yang membingungkan. Misalnya, "Awas, jangan ke sana, nanti jatuh!" Anak, kan, jadi bingung, kenapa dilarang? Terus, maksud kata "ke sana" itu apakah ke ruang tamu, kamar, dapur, teras atau lainnya. Berbeda bila Anda mengatakan, "Sayang, kamarmu baru dipel. Masih licin. Duduk di kursi dulu ya!" Jadi, pesan yang disampaikan harus jelas maknanya. Jangan sampai menimbulkan banyak pemahaman. Maka berbicaralah sesuai bahasa yang dipahami batita.

* Suara lembut

Namanya juga menghadapi anak, jadi harus disikapi dengan nada atau suara lembut dan menenangkan. Dengan begitu, si kecil seolah-olah tidak sedang dimarahi. Ucapan yang terdengar keras, suara tinggi atau penuh kemarahan, membuat anak me-rasa tak aman, nyaman bahkan takut. Apalagi kalau mengucapkannya dibarengi bahasa tubuh yang tidak menyenangkan, seperti bertolak pinggang. Jadi tunjukkan pula raut wajah yang cerah, kata-kata dan suara yang menyenangkan. Tak lupa pula untuk melakukan kontak fisik, misalnya sambil memeluk atau mengelus-ngelusnya.

* Konkret

Anak usia batita masih dalam tahap berpikir praoperasional. Maksudnya, dalam memahami sesuatu anak masih berpikir konkret. Dia belum dapat berpikir secara abstrak. Jadi, gunakan bahasa sekonkret mungkin. Misalnya, "Kamu jangan pelit dong sama teman." Lebih enak kalau dibilang, "Yuk, mainnya sama-sama, tak perlu rebutan mainan."

* Empati

Tempatkanlah diri kita pada situasi dan kondisi yang dihadapi anak. Salah satunya adalah mau mendengar dan memahami si kecil. Entah itu keinginan atau keluhannya. Tentunya mendengar dalam arti luas, tidak hanya melibatkan indra pendengaran tapi juga perasaan atau mata hati. Jadi sebaiknya jangan menuntut anak untuk mengerti keinginan kita, tapi berusahalah memahami anak terlebih dahulu. Kelak, bersikap empati ini dapat menumbuhkan keterbukaan dan rasa percaya antara orangtua dan anak.

* Perhatikan Situasi dan Kondisi

Pilihlah waktu yang enak dan tepat saat mengajak si kecil berbicara. Jangan ketika anak sedang asyik bermain atau beraktivitas, tiba-tiba kita ingin mengajaknya ngobrol. Beri jeda waktu pada dia untuk me-nyelesaikan kegiatannya itu. Alih-alih mau berbincang, dia malah bisa merasa terganggu.

* Kembangkan dialog

Sebaiknya hindari kata-kata yang bernada satu arah atau bahkan cenderung memaksa, contoh,"Adek harus tidur siang, ya. Jangan membantah!" Sikap "otoriter" seperti itu hendaknya ditinggalkan. Jadi, kembangkan upaya dialogis. Biarkan anak mengutarakan pendapatnya. Berikan kesempatan pada anak untuk berekspresi atau menyatakan apa yang ingin disampaikannya. Bisa kita pancing misalnya dengan cara, "Menurut Adek, tidur siang itu baik enggak?"

Dengan mengupayakan cara dialogis, komunikasi yang dijalin diharapkan lebih efektif. Contoh, ketika kita meminta tolong si kecil, daripada memberi perintah, "Nak, buang bungkus permen di tong sampah dong!", lebih baik ajukan pertanyaan yang membuat anak sampai pada keputusan yang harus dilakukan. "Ayo, ke mana bungkus permen ini mesti dibuang?" Nada bertanya lebih efektif karena anak belajar bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Lontaran pertanyaan seperti ini sekaligus mengasah kemampuan berpikir si kecil.

* Konsisten

Saat berbicara dengan anak, tunjukkan kesungguhan atau konsistensi. Umpamanya, ketika memutuskan untuk mengatakan "tidak", terhadap sesuatu hal, maka kita harus konsisten. Misalnya, tak boleh makan cokelat menjelang tidur. Dengan bersikap konsisten, maka tak memungkinkan anak untuk melakukan "tawar-menawar". Sebaiknya sikap konsisten ini juga ditunjukkan semua orang di rumah termasuk saudara, kerabat atau kakek-neneknya. Anak akan paham aturan mana yang boleh dan mana yang tidak. Dengan begitu, komunikasi yang dijalin bisa efektif.

* Tegas

Dalam berkomunikasi kita sebaiknya tegas. Tapi bukan berarti dengan marah. Sikap tegas diperlukan bila si kecil "membandel" atau melakukan sesuatu yang sebetulnya sudah kita peringatkan. Misalnya, saat nonton teve, posisi duduknya selalu terlalu dekat. Padahal, kita sudah minta agar duduknya mundur atau menjauh. Bila dia tak juga mau menurut, maka boleh saja kita menarik tubuhnya agar menjauh dari teve. Beri alasan kenapa nonton teve tak boleh dekat-dekat karena bisa merusak mata.

* Beri pujian

Dalam berkomunikasi, unsur pujian mengandung makna positif buat si kecil. Dia akan merasa dihargai atas apa yang dilakukannya. Tiap si kecil berhasil melakukan sesuatu, kita sebagai orangtua jangan lupa untuk mengucapkan, "Terima kasih." Berikan juga ciuman atau peluk sayang sebagai tanda kita merasa senang. Dengan merasa dihargai, anak pun belajar menghargai orang lain.

Sumber : NAKITA









13 November 2007

Kematangan Otak, dari Anak hingga Dewasa

Oleh Andi Maerzyda A. D. Th.

Benarkah fungsi otak untuk menganalisa dan memecahkan masalah baru sempurna saat seseorang menginjak dewasa? Studi terbaru menjawab dugaan para ahli yang selama ini keliru.

Selama ini para ahli yakin bahwa “ledakan” tumbuh kembang otak terjadi di tahun-tahun pertama usia anak dan “menyurut” secara terus-menerus jika hubungan antar neuron (sel-sel saraf otak) tidak digunakan. Studi terbaru membuktikan bahwa dugaan tersebut keliru.

Hingga usia dewasa awal (19–40 tahun), kematangan otak manusia baru tercapai. Terutama, pada bagian korteks prefrontal, yang berfungsi sebagai pusat perencanaan ( planning ), mencari jalan keluar ( problem solving ), nalar, emosi, gerakan dan sebagian pusat bicara manusia. Itu artinya, masih ada banyak kesempatan yang mendukung tumbuh-kembang otak selama proses maturitas otak masih berjalan.

Berkembang pararel dengan evolusi otak

Studi yang dilakukan oleh peneliti gabungan dari National Health of Mental Health (NIMH) dan University of California, Los Angeles (UCLA) ini dilaporkan secara online dan resmi pada tanggal 17 Mei 2004 lalu. Studi ini dilakukan terhadap 13 anak dan remaja yang sehat, selama 15 tahun. Responden berusia antara 4 sampai 21 tahun.

Setiap anak di- scan dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI) setiap dua tahun sekali. Kerja korteks (bagian terbesar otak manusia) direkam dalam bentuk film tiga dimensi. Dalam rekaman, jaringan korteks otak yang sedang aktif bekerja berwarna abu-abu sehingga sering disebut sebagai “ gray matter ” (bagian abu-abu).

Rekaman kerja otak menunjukkan bahwa bagian abu-abu menjadi matang dan semakin aktif di usia yang tahapan perkembangan ( milestone ) kognitif dan fungsionalnya juga semakin matang. Sebagaimana tumbuh kembang manusia, maka korteks menjadi matang sejalan dengan tahapan perkembangan. Artinya, “Urut-urutan maturasi otak umumnya terjadi secara paralel dengan evolusi otak mamalia,” jelas Nitin Gogtay dan rekan-rekan dari NIHM dan UCLA.

Matang secara bertahap

Studi yang antara lain melibatkan Judith Rapoport dan Paul Thompson ini menemukan bahwa bagian otak yang pertama kali menjadi matang adalah bagian depan dan belakang, yang antara lain berfungsi memproses sensasi indrawi dan melakukan gerakan. Kemudian, diikuti oleh maturitas bagian otak yang berfungsi mengembangkan orientasi spasial dan bahasa. Sedangkan bagian otak dengan fungsi-fungsi yang lebih lanjut, seperti mengintegrasikan informasi dari berbagai indra, matang paling akhir.

Hasil studi ini sangat berarti bagi para ahli yang menangani gangguan fungsi dan tumbuh kembang otak, seperti autisme dan schizofrenia, yang juga diteliti Rapoport dan rekan.

Selain itu, perspektif baru tumbuh kembang otak ini, menyebabkan ahli perkembangan, pendidikan dan neuroscience memiliki wawasan baru dan perlu membuat pendekatan berbeda dalam memandang perkembangan kecerdasan dan tumbuh kembang manusia.

Sumber : Ayahbunda Online

09 November 2007

Mengatasi Ledakan Emosi Anak Anda

oleh: Taufan Surana

Apakah anda pernah mengalami kejadian berikut ?

Anda dan si kecil anda berjalan-jalan ke mall atau makan di restaurant. Karena suatu hal yang sepele si kecil anda ngambek, marah dan berteriak-teriak minta pulang. Ketika anda anda berusaha membujuknya, si kecil anda justru semakin meledak emosinya, memukul atau melempar apa saja yang ada di sekitarnya.

Mungkin anda tidak pernah mengalami kejadian seperti di atas, tapi kemungkinan besar anda mengalami hal yang hampir sama. Mengapa hal ini terjadi ?

Menurut banyak ahli perkembangan dan psikolog anak, hal ini sering terjadi karena anak mengalami frustasi dengan keadaannya sedangkan dia tidak mampu mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata atau ekspresi yang diinginkannya. Hal ini sering dialami oleh anak usia 2-3 tahun.

Mengapa ? Anak usia tersebut biasanya sudah mulai mengerti banyak hal dari yang didengar, dilihat maupun dialaminya, tetapi kemampuan bahasa atau berbicaranya masih sangat terbatas.

Apa yang bisa anda lakukan ?

1. JANGAN ikutan marah !

Saat anak anda sedang mengalami ledakan emosi, baik dengan teriakan maupun tindakan fisik lainnya, dia tidak akan bisa menerima alasan atau bujukan, tetapi justru terhadap apapun yang anda lakukan anak akan merespons secara negatif. Kemudian, jika anda tidak bisa menahan emosi, anda akan ikutan marah, dan mungkin anda akan meninggalkan anak anda sendirian.

Jangan lakukan itu ! Anak anda akan merasa bahwa anda telah mengabaikannya, dan semakin membuat anak merasa ketakutan dengan apa yag terjadi.
Anak akan merasa lebih tenang jika anda tetap berada di dekatnya. Jika memungkinkan, gendong atau peluk anak anda sehingga dia akan lebih cepat menenangkan diri.

2. Anda yang tetap memegang kendali

Jangan mengikuti permintaan anak yang tidak realistik atau tidak bisa anda terima hanya untuk menghindari ledakan emosi anak. Hal ini sering terjadi di tempat-tempat umum seperti mall, yang mana pada saat anak minta sesuatu anda tidak mengijinkannya, tetapi begitu anak mulai meledak emosinya anda akan mengabulkannya karena malu dengan lingkungan.

Jadi, jika memang anak meminta sesuatu yang diluar toleransi, kita harus tegas mengatakan ''TIDAK''. Jika anak menjadi marah besar dan mulai memukul ataupun tindakan lain yang membahayakan, bawalah dia ke tempat yang lebih aman hingga anak menjadi tenang. Katakan bahwa dia dibawa ke tempat tersebut karena tindakannya yang membahayakan. Selama anak belum tenang, jangan memberikan nasehat atas tindakannya, tetapi fokuskan hanya untuk menenangkan dirinya. Tentunya anda mengatakannya tanpa emosi ataupun bernada memarahinya.

Info : bayicerdas.com

05 November 2007

Bayi Perlu Belajar Makan

Setelah si kecil berusia 6 bulan, di mana berat tubuhnya sudah mencapai dua kali beratnya saat lahir, Anda dapat memberi si kecil Makanan Pendamping ASI atau biasa disebut MP-ASI.

Dalam memberikan MP-ASI ini, bayi sebaiknya dibiasakan untuk belajar makan. Artinya, ibu sebaiknya bersabar dan tidak berambisi bahwa bayi akan langsung ‘lulus’ pelajaran ini dalam sekejap. Bahkan, sesekali mungkin terjadi bahwa bayi yang sudah dapat makan dengan baik pun ‘ngadat’ dan tidak mau makan. Bisa jadi ini karena bosan, masih kenyang, atau hal lain yang masih perlu diteliti.

Yang jelas, makanan padat pertama atau MP-ASI ini sebaiknya diberikan secara bertahap dalam hal jumlah maupun kualitas. Karena bayi baru kenal susu, entah itu ASI maupun susu formula, maka MP-ASI pertama dibuat dalam bentuk cair dan jumlahnya sedikit. Kemudian secara bertahap, kentalkan dan tambah jumlah makanannya. Contoh MP-ASI berbentuk halus antara lain bubur susu, biskuit yang ditambah air atau ASI, pisang dan papaya yang dilumatkan, pure kentang atau wortel. Berikan sedikit demi sedikit mulai dari 1-2 sendok makan, 1-2 kali selama beberapa hari, baru memberinya variasi makanan lain. Hal ini penting untuk melihat apakah makanan yang Anda berikan memberi reaksi tertentu, seperti alergi atau masalah pencernaan.

Belajar makan dan jadwal pemberian makan

Bila bayi tampak sulit menerima atau menolak makanan yang Anda berikan, ulangi pemberiannya pada waktu bayi lapar, sedikit demi sedikit, sampai bayi terbiasa dengan rasa makanan tersebut. Ingatlah, bagi bayi Anda, makan juga merupakan satu keahlian baru, ia perlu mempelajarinya secara bertahap bagaimana membuka mulut, mengunyah,dan menelan makanan yang dimasukkan ke mulutnya.

Usia 6-9 bulan adalah masa di mana si kecil belajar mengenali rasa. Itulah sebabnya, saat-saat ini adalah saat yang tepat bagi Anda untuk memperkenalkan berbagai tekstur dan rasa baru pada si kecil. Bila sampai usia 9 bulan ia tidak dibiasakan atau dilatih menerima makanan lunak, maka akan lebih sulit bagi Anda membuatnya mau menelan makanan lunak di usia selanjutnya. Untuk itu, biasanya banyak ibu mengenalkan sayuran dulu, baru buah kepada bayinya. Pasalnya, rasa sayuran lebih tawar dan akan sulit diterima bayi yang sudah mengenal rasa manis dari buah.

Bisa jadi suatu kali si kecil menolak makanan yang diberikan kepadanya, atau memuntahkannya lagi. Bila hal ini terjadi, jangan memaksanya. Mungkin saja saat itu gusinya gatal karena akan tumbuh gigi. Anda bisa mencobanya pada kesempatan lain atau memancing semangat makannya sambil mengajaknya bermain atau makan bersama anggota keluarga lain.

Aturlah jadwal pemberian makannya karena waktu yang teratur akan membina refleks pada saluran cerna bayi agar lebih siap menerima, mencerna dan menyerap makanan pada waktu-waktu tertentu.

Takaran yang dibutuhkan

Bayi membutuhkan karbohidrat, protein, dan lemak yang cukup agar perkembangan otaknya berjalan sempurna. Untuk mempertinggi nilai gizi makanan, Anda dapat menambahkan nasi tim bayi dengan sumber zat lemak seperti santan, kaldu atau margarin agar asupan kalorinya menjadi lebih tinggi, di samping memberikan rasa enak serta mempertinggi penyerapan vitamin A dan zat gizi lainnya yang larut dalam lemak.

Berikan MP-ASI bayi dengan takaran sebagai berikut:
Pada umur 6 bulan: beri 6 sendok makan.
Pada umur 7 bulan: beri 7 sendok makan.
Pada umur 8 bulan: beri 8 sendok makan
Pada umur 9 bulan: beri 9 sendok makan.
Bila bayi meminta lagi, Anda dapat menambahkannya.

MP-ASI 10-12 bulan

Ketika usianya mencapai 10 bulan, perkenalkanlah si kecil pada makanan keluarga secara bertahap. Aturlah bentuk dan kepadatan nasi tim yang Anda berikan secara bertahap sehingga lambat laun mendekati bentuk kepadatan makanan keluarga. Campurkan ke dalam makanan lembeknya berbagai lauk pauk dan sayuran secara bergantian. Hal ini akan memengaruhi kebiasaan makan makanan sehat di kemudian hari. Untuk melengkapi gizinya, berikan makanan selingan satu kali sehati. Anda bisa memberinya makanan selingan bergizi tinggi seperti bubur kacang hijau atau jus buah.

MP ASI 12-24 bulan

Pada masa ini, ASI Anda mungkin sudah berkurang. Tapi ASI tetap merupakan sumber gizi yang penting. Jadi pastikan Anda terus memberi si kecil ASI bila memungkinkan.

Berikan bayi Anda MP-ASI dalam bentuk makanan keluarga sekurang-kurangnya 3 kali sehari dan selingan makanan 2 kali sehari. Perkenalkan pada si kecil aneka variasi dan padanan bahan makanan seperti mi, bihun, roti, kentang dan lain-lain sebagai pengganti nasi untuk kebutuhan karbohidratnya. Hati ayam, tahu, tempe, kacang hijau, telur dan ikan untuk kebutuhan proteinnya, serta sayur-sayuran seperti bayam, kangkung, wortel, tomat untuk kebutuhannya akan serat. Anda juga dapat mengganti bubur susunya dengan bubur kacang hijau, bubur sumsum atau biskuit. Gunakan beragam bahan makanan setiap hari agar si kecil semakin terlatih mengenal aneka tekstur dan rasa makanan.

Sumber : Info Bunda.com

02 November 2007

Apakah Anak Saya Agresif ?

Pertanyaan:

Bapak Pengasuh yang terhormat. Saya adalah seorang ibu rumah tangga yang saat ini mempunyai seorang anak laki-laki yang berusia 3 tahun. Anak saya ini tumbuh sehat dan berkembang normal seperti anak-anak pada umumnya. Namun yang membuat saya pusing dan khawatir adalah dia ini suka memukul, menggigit atau melakukan jenis kekerasan lainnya kepada teman-teman sepermainannya. Saya terkadang merasa malu dengan ibu-ibu lain yang anak-anaknya terlihat manis-manis dan menurut, tidak seperti anak saya yang terlihat nakal/bandel ini. Apakah anak saya tersebut tergolong anak yang agresif dan apakah perilakunya itu normal? Bagaimana cara mengatasinya Pak?

Santi di Ptk


Jawaban:

Ibu Santi yang sedang pusing, anda mungkin sedikit shock jika saya katakan bahwa perilaku anda itu adalah perilaku ”normal” dalam perkembangan anak. Mengapa? Usia 2 s/d 3 tahunan bisa dikatakan sebagai usia transisi awal pada perkembangan anak, di mana anak sedang mengalami keinginan yang sangat besar untuk menjadi mandiri. Di lain pihak, kemampuan bahasa anak masih belum mencapai tahap yang cukup untuk bisa berkomunikasi dengan sempurna. Gap terhadap kedua kemampuan yang sedang berkembang ini akan ’dilepaskan’ oleh anak dalam bentuk tindakan fisik seperti bertindak agresif dan sejenisnya. Memang hanya itulah cara yang paling mudah dilakukan oleh anak untuk mengungkapkan emosinya. Untuk itu, sebagai orang tua kita harus memahami bahwa sikap agresif seperti memukul atau menggigit pada level tertentu adalah sangat normal, karena anak masih terfokus pada pemikiran ”saya” atau ”milik saya”.

Dengan mengetahui apa yang sedang terjadi pada diri anak Ibu ini, andapun menjadi lebih tenang dan tidak perlu terlalu khawatir melihat perilaku agresif anak Ibu (tentunya perilaku agresif yang yang tidak terlalu kelewatan). Jadi, jangan sampai perilaku agresif anak Ibu membuat ibu menjadi panik, yang berakibat pada perlakuan kekerasan anda terhadap anak. Ingat ! kemampuan ibu untuk mengendalikan emosi/rasa marah ibu merupakan langkah pertama yang akan menentukan apakah ibu akan bisa mengendalikan anak ibu atau tidak. Bagaimana mungkin ibu meminta anak ibu tidak boleh memukul dengan cara anda memukulnya. Padahal anak seusia ini melakukan segala sesuatunya dengan cara meniru lingkungannya. Iya ’kan… ? Yang penting dan harus selalu diingat, ibu harus selalu menasehati anak ibu bahwa perilaku agresif tersebut tidak baik dan tidak dapat anda terima. Selain itu, ibu juga harus membantu anak ibu dengan menunjukkan cara lain untuk mengungkapkan perasaan atau emosi anak.

Adapun langkah-langkah yang bisa Ibu lakukan untuk menasehati atau menunjukkan cara pengungkapan emosi anak yang efektif adalah sebagai berikut:

1. Peringatan awal/dini dan batasan yang jelas

Dengan peringatan awal ini, anak menjadi tahu dan siap secara mental terhadap apa yang akan terjadi jika dia berbuat sesuatu yang di luar batasan yang telah anda tetapkan. Anda harus dengan jelas dan singkat menyampaikan kepada anak anda hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukannya di setiap kegiatan/permainan bersama dengan orang lain. Dan yang penting, anda harus secara konsisten menjalankan apa yang telah anda sampaikan kepada anak anda.

2. Cooling-Down

Cooling-down di sini pada dasarnya hampir sama dengan time-out pada pertandingan basket. Misalnya, jika anak anda sedang bermain mandi bola dengan teman-temannya kemudian ternyata dia bertindak agresif dengan melemparkan bola ke anak lain, maka anda segera membawa anak anda keluar dari tempat mandi bola, kemudian ajaklah dia duduk bersama anda untuk melihat anak lain bermain mandi bola. Kemudian jelaskan bahwa dia boleh bermain lagi jika dia berjanji tidak akan mengulangi tindakan agresifnya Cara ini jauh lebih efektif daripada anda berteriak-teriak atau bahkan memukulnya. Dengan cara ini, anak anda akan menyadari bahwa tindakannya berhubungan dengan konsekuensi yang akan dihadapinya.

3. Mengajarkan tindakan alternatif

Setelah anak anda sudah tenang, anda bisa membicarakan secara baik-baik dengan anak anda apa yang telah membuat dia marah. Tekankan bahwa dia boleh marah, tetapi tidak boleh melampiaskannya dengan melempar, memukul ataupun menggigit. Anda bisa mengajarkan alternatif lain seperti misalnya dengan berteriak, menendang bola, atau yang lainnya.

4. Memberikan pujian

Ini merupakan cara yang sangat efektif pula untuk mencegah anak bertindak agresif. Janganlah kita hanya memperhatikan perilaku anak yang tidak baik saja, tetapi harus memperhatikan tindakannya yang baik dan dengan tulus memberikan pujian. Contohnya, jika dia sedang bermain perosotan dengan teman-temannya tetapi bisa sabar menunggu giliran, maka pujilah bahwa tindakannya itu sangat bagus. Dengan begitu dia merasa mendapatkan perhatian lebih baik dengan emosi yang positif dari pada merasa diperhatikan setelah berbuat kesalahan. Hal ini kelihatannya sepele, tetapi jarang sekali orang tua yang aktif dan sungguh-sungguh melakukannya.

Masih banyak hal-hal lain yang bisa dilakukan, tetapi empat hal di atas merupakan tindakan terpenting yang cukup efektif untuk mencegah dan mengatasi anak bertindak agresif. Tetapi yang harus selalu diingat bahwa tidak ada resep khusus yang 100% bisa ditertapkan kepada semua anak. Setiap anak mempunyai ciri khasnya masing-masing. Anda bisa mencoba cara yang telah dilakukan oleh orang tua lain, tetapi belum tentu cocok diterapkan kepada anak anda. Selamat mencoba !

Info : konsultasikeluarga.parenting1.com

31 Oktober 2007

Tentang Anak

Dan seorang ibu yang sedang menimang anaknya berkata,
Bicaralah pada kami tentang anak-anak

Lelaki itu pun berkata,
Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu
Mereka adalah putra-putri kehidupan
Yang mendambakan kehidupannya sendiri
Mereka datang melalui kamu tapi tidak darimu
Dan meskipun mereka bersama kamu namun bukanlah milikmu
Kamu bisa memberi cintamu namun tidak kehendakmu
Kamu bisa memberi rumah bagi raga mereka
Namun tidak bagi jiwa mereka
Karena jiwa mereka ada di masa depan
Yang tidak bisa kamu capai meskipun dalam mimpi
Kamu bisa mengikuti dunia mereka
Tapi jangan harap mereka bisa mengikuti duniamu
Karena dunia ini tidaklah mundur dan tidak pula terhenti

Kamu ibarat busur
Dan anak-anakmu meluncur seperti anak panah
Sang Pemanah membidik seseorang yang sangat jauh
Lalu Dia melenturkan busur itu dengan kekuatan-Nya
Agar anak panah bisa melesat cepat mencapai sasaran
Meninggalkan busur yang tetap berada di genggaman
Sang Pemanah bangga kepada anak panah yang meluncur itu
Begitu juga kepada busur yang tetap pada kodratnya

____________________________________________________

On Children

And a woman who held a babe against her bosom said,
Speak to us of children

And he said,
Your children are not your children
They are the sons and daughters of life’s longing for itself
They come trough you but not from you
And thought they are with you
Yet they belong not to you
You may give them your love
But not your thoughts
You may house their bodies
But not their souls
For their souls dwell in the house of tomorrow
Which you cannot visit
Not even in your dream
You may strive to be like them
But seek not to make them like you
For life goes not backward
Not tarries with yesterday

You are the bows from which your children
As living arrows are sent forth
The Archer sees the mark upon the path of the infinite
And He bends you with His might
That His arrow may go swift and far
Let your bending in the Archer’s hand be for gladness
For even as He Loves the arrow that flies
So He Loves also the bow that is stable

by Kahlil Gibran

Sumber : http://sayanginanda.com

23 Oktober 2007

Cara Aman Menggendong Si Kecil

Bagi ibu atau ayah baru, menggendong si kecil bisa jadi problem tersendiri. Banyak di antara kita yang takut si kecil jatuh! Nah, pelajari segera caranya di sini.Sebagian besar orang menganggap bayi kecil adalah makhluk lemah dan ringkih.Maka, tak heran banyak ibu atau ayah baru amat takut ketika harus mengangkat bayinya. Takut jatuh! Padahal, bila dilakukan dengan hati-hati dan penuh keyakinan; mengangkat, menggendong dan mendekap si kecil justru menjadi sarana mendekatkan hubungan batin antara Anda dan anak.

Sejumlah penelitian juga telah membuktikan kontak fisik antara ibu dan bayi, antara lain dengan memeluk dan menggendong, membuat perkembangan emosi dan kecerdasan si kecil pun menjadi optimal. Anak yang mendapatkan sentuhan, belaian, pelukan kasih sayang akan merasakan kebahagiaan. Si kecil pun merasa aman dan nyaman, dan selanjutnya membuat ia tumbuh penuh percaya diri.

Kalau begitu, bagaimanakah cara aman menggendong si kecil? Berikut, beberapa langkah yang harus Anda simak:

* Bila ingin mengangkat si kecil, sisipkan satu tangan Anda di antara bokong dan pinggulnya. Letakkan tangan Anda yang lain di antara kepala dan lehernya. Yakinkan Anda telah cukup kuat dan erat memegangnya. Angkatlah si kecil.
* Dekatkan si kecil ke tubuh Anda. Letakkan kepalanya pada lipatan siku Anda. Sedangkan tangan yang lain tetap menahannya pada bagian bokong bayi. Ketika menggendong si kecil, pastikan Anda tetap merasa nyaman dan santai. Untuk menambah kenyamanan si kecil, Anda bisa menyelipkan lebih dulu bantal gendong kecil di siku Anda. Bantal gendong semacam ini, bisa Anda dapatkan dengan mudah di toko perlengkapan bayi.

Lalu, bagaimana cara meletakkan si kecil kembali?

* Tahan bagian leher dan kepala dengan telapak tangan. Sementara, tangan yang lain menahan bokong si kecil. Kemudian, letakkan perlahan-lahan bagian bokong si kecil lebih dahulu di tempat tidur. Dan, tangan yang lain tetap menahan leher dan kepalanya.
* Kemudian lepaskan tangan Anda yang menahan bokong bayi dan gunakan untuk menahan bagian ujung kepalanya. Sambil meletakkan kepala si kecil hati-hati, di tempat tidur, tariklah perlahan-lahan tangan Anda yang semula menahan leher dan kepalanya. Sementara, tangan lainnya memegang bagian ujung kepala.

Bila Anda tahu caranya, jangan lagi khawatir untuk menggendong si kecil. Ingatlah, si buah hati sangat mendamba ungkapan cinta dan kasih Anda. (SAM)

Info : bayisehat.com

17 Oktober 2007

03 Oktober 2007

10 Resep Jadi Orangtua Efektif

Jakarta - Menjadi orangtua yang ideal memang tak ada rumusnya. Namun untuk menjadi orangtua efektif, Anda bisa mempertimbangkan 10 resep berikut ini.

"Pertama, kenali anak Anda. apakah dia pemalu atau periang. Kemudian perlakukan anak Anda sesuai dengan karakternya, jangan paksa anak untuk menjadi karakter lainnya," kata psikolog Frieda Mangunsong dalam jumpa pers '10 Cara Menjadi Orangtua Efektif' di Hotel Grand Melia, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (15/8/2007).

Kedua, jangan cuek saat anak berlaku manis dan baik. Beri pujian terhadap semua hal yang dia lakukan. "Hal-hal kecil saja. Jika dia melakukannya dengan baik, jangan tunda lagi, langsung berikan pujian," kata Frieda.

Ketiga, anak harus dilibatkan dalam kegiatan dan keputusan keluarga. Tentu saja orangtua harus menyesuaikan porsinya dengan usia anak. Misalnya, membahas soal liburan bersama dan memberi anak tugas rumah tangga yang bersifat ringan. "Misalnya melipat serbet," imbuh Frieda.

Keempat, manfaatkan kesempatan untuk mendekatkan diri dengan anak. Bahkan saat Anda berada di tengah kemacetan, manfaatkan waktu itu sebaik-baiknya untuk menelepon anak. Jika ada waktu menonton televisi bersama, gunakan untuk menanamkan nilai pada anak.

"Kelima, sediakan waktu khusus untuk berdua saja dengan anak. Misalnya dengan mengantar atau menjemput dari sekolah," ujarnya.

Keenam, disiplin harus ditegakkan. Anda juga harus memastikan disiplin versi Anda sama dengan disiplin versi pengasuh anak atau pasangan Anda. Namun, jangan menjadikan disiplin sebagai teknik mendidik anak yang utama. "Akibatnya orangtua akan mengutamakan hukuman dan kekerasan dalam mendidik anak," kata Frieda.

Ketujuh, lanjut dia, jadilah contoh yang baik bagi anak. Sebab anak adalah peniru ulung dan menjadikan orangtua sebagai polanya. "Jika ingin anak ceria, ya kita harus ceria. Jika tidak ingin anak autis, ya cerewetlah juga sesekali," seloroh Frieda.

Kedelapan, ungkapkan kasih sayang Anda. Jangan anggap enteng dengan menganggap anak sudah pasti tahu dengan sendirinya. Kata-kata, belaian, pelukan, dan ciuman punya arti penting bagi mereka. "Anda juga bisa memberikan surat pendek sekedar 'mama sayang kamu' atau memberi gambar-gambar bunga atau hati dengan pesan 'bunga untuk anak mama'," kata Frieda.

Kesembilan, perhatikan komunikasi dengan anak. Jangan lupa, kontak mata punya pengaruh penting untuk urusan ini. "Kalau Anda teriakkan aturan atau perintah dari ruangan lain, itu tidak akan efektif. Jangan sampai anda memberitahukan sesuatu dengan berteriak atau mengomel," kata Frieda.

Kesepuluh, jangan sampai Anda menyelesaikan masalah saat Anda marah. Sebab jika kata-kata menyakitkan Anda lontarkan, sangat mungkin kata-kata itu membekas di benak anak. "Ingat, jadilah contoh bagi anak," pungkasnya. (fiq/aba)

Rafiqa Qurrata A - detikcom

29 September 2007

Melahirkan Bayi Raksasa

Si Bayi Raksasa
Si Bayi Raksasa
Tatyana Barabanova, 43 tahun, seorang wanita Rusia yang baru saja dianugerahi anak ke 12 dan terkejut ketika mengetahui bayinya lahir diatas normal.

Nadia, nama bayi raksasa itu, lahir dengan berat 7.75 kilogram, dua kali lebih besar dari ukuran bayi baru lahir pada umumnya.

Nadia lahir melalui operasi caesar di rumah sakit bersalin lokal di wilayah Altai, Siberia tanggal 17 September lalu. "Nadia akan bergabung dengan enam saudara perempuan dan tiga saudara laki-laki." seperti dikutip wartawan setempat.

"Kami semua jelas sangat terkejut, apalagi yang bisa dikatakan oleh sang ayah? dia hanya memastikan mereka semua berkedip." kata Barabanova

"Saya makan apapun, kami tidak mempunyai uang untuk membeli makanan khusus, jadi saya hanya makan kentang, mie, dan tomat," tambah Barabanova.

Barabova pun menjelaskan bahwa semua bayinya memang lahir dengan berat lebih dari lima kilogram.[RM/BBC/jul].

Sumber : Rileks.com

28 September 2007

Kalau Balita Susah Makan

Menyuapi balita tak semudah membayangkan ia tumbuh dan berkembang dengan cepat. Kadang-kadang, ada kalanya menyuapi mereka membuat kaum ibu kesal, sedih, dan bahkan ingin menangis karena si anak enggan membuka mulut atau menelan. Seorang ibu bahkan pernah harus membelikan bayinya yang berusia 18 bulan dengan makanan buatan impor yang harganya hampir 20 ribu rupiah setiap satu kali waktu makan karena anaknya menolak makanan lain. Daripada tidak ada makanan yang masuk, kebiasaan mahal dan merepotkan itu dijalaninya juga. Namun, tentu saja ibu muda itu lega ketika akhirnya sang buah hati mau juga menelan makanan buatan sendiri yang lebih bersahabat dengan kondisi ekonomi.

Memang, menurut Dr. William Sears dalam bukunya, The Baby Book, kebiasaan makan yang tidak menentu adalah ciri khas perkembangan normal anak-anak balita yang dipengaruhi suasana hatinya. Anak balita bisa saja makan dengan baik hari ini, tapi besok ia bisa menolak makanan yang sama. Bila ini berlangsung sesekali, sebenarnya orangtua tak perlu risau, karena umumnya anak balita akan menyeimbangkan kebutuhannya akan makanan, dan ia akan minta makan bila sudah merasa lapar, dan berhenti bila ia sudah kenyang. Apalagi, seorang bayi yang belum berusia setahun, perutnya hanya sebesar kepalan tangannya. Maka, makanan sebanyak itu pula yang dibutuhkannya setiap hari, tak lebih dari itu.

Namun, tentu saja orangtua juga tak bisa menyerahkan kesulitan makan ini pada faktor biologis anak. Apalagi, tingkah laku anak akan bertambah buruk bila anak semakin lama tidak makan. Karena itu, tetap ada hal-hal yang bisa dilakukan bunda, yaitu:

1. Membentuk makanan menjadi saus atau krim.
Anak-anak suka mencelupkan jari ke makanan, karena itu bentuklah makanan menjadi seperti krim atau saus yang beraroma. Misalnya, dengan melumatkan avokad, menghaluskan buah-buahan atau sayuran yang dimasak dengan bumbu sedikit saus salad, melumatkan kacang panjang atau buncis tanpa serat, melumatkan tahu, atau membuat krim keju halus.

2. Membuat selai.
Olesan pada makanan juga disukai balita, yang umumnya berwujud selai. Buatlah selai dari avokad, keju, saus daging, mentega kacang, atau selai buah-buahan. Oleskan pada biskuit, kue-kue kering, dan roti.

3. Menghias makanan.
Bentuk yang menarik juga disukai balita. Selain itu, Anda juga bisa mengakali makanan yang tidak disukai balita menjadi dimakan dengan cara meletakkannya di bawah makanan yang mereka sukai. Jadi, bila ia tidak suka sayuran, letakkan sayuran di bawah topping yang menarik, seperti keju, saus tomat, saus daging, mentega kacang, dan sebagainya, dan bentuklah dengan bentuk binatang, bulat,atau hati, sesuai selera.

4. Buatlah finger food.
Piring yang penuh bisa jadi membuat anak kurang berselera makan. Karena itu, bagi Anda yang kreatif, sajikan makanan dalam porsi kecil-kecil, dan tambahlah lagi bila masih ada. Selain itu, membentuk makanan dalam wujud yang mudah disantap, seperti finger food, lebih akan menerbitkan selera mereka. Makanan seperti nugget bisa Anda buat sendiri, dan bisa terdiri dari campuran tepung, sayuran, dan daging yang menyehatkan sekaligus mengenyangkan.

5. Gunakan kursi khusus dan sabuk pengaman.
Supaya anak duduk diam ketika makan, sediakan selalu kursi makan khusus untuk balita, bisa di kursi tinggi, atau di kursi yang memiliki sabuk pengaman supaya ia tidak jatuh karena banyak bergerak.

6. Sering mengubah menu.
Dalam hal ini, Anda dituntut untuk bersikap fleksibel ketika mempersiapkan menu dan menyajikan makanan. Bila teknik penyajian tidak berhasil, ubahlah menunya. Cobalah berbagai teknik yang berbeda dan jenis makanan yang lebih variatif.

Sumber : www. bayi.us