15 November 2007

10 Cara Efektif Bicara dengan Batita

Oleh : Hilman Hilmansyah

Kenali karakteristik serta kematangan berpikirnya.

Kalau Anda sudah tahu sifat-sifat si kecil dan bisa mengira-ngira kecepatannya menangkap informasi, Anda akan lebih mudah melakukan pendekatan yang pas untuknya. Ya, tiap anak pasti butuh pendekatan yang berbeda tergantung pada pembawaannya. Namun demikian, ada patokan dasar tentang resep berkomunikasi efektif dengan si kecil. Nah, mari kita simak patokan-patokan tersebut seperti disampaikan Linawaty Mustopoh Psi., dari Experd Consulting, berikut ini:

* Singkat dan sederhana

Akui saja, kita terkadang bingung bila mendengar pembicaraan yang panjang lebar atau ngalor-ngidul, bukan? Nah, apalagi anak-anak. Lantaran itu, gunakan bahasa yang sederhana dan singkat. Saat kita memberikan suatu intruksi, katakan "Yuk, cuci tangan sebelum makan!" Lebih baik lagi bila orangtua mencontohkan bagaimana cara melakukan hal tersebut.

Kemudian, saat berkomunikasi dengan si kecil perhatikan intonasi dan nada suara. Jangan terburu-buru atau dengan nada menghardik. Intonasi tak jelas atau nada terburu-buru, membuat si batita kurang tanggap akan apa yang dibicarakan.

* Jelas

Kemampuan berbahasa, si batita, kan, masih terbatas. Hindari kata-kata yang membingungkan. Misalnya, "Awas, jangan ke sana, nanti jatuh!" Anak, kan, jadi bingung, kenapa dilarang? Terus, maksud kata "ke sana" itu apakah ke ruang tamu, kamar, dapur, teras atau lainnya. Berbeda bila Anda mengatakan, "Sayang, kamarmu baru dipel. Masih licin. Duduk di kursi dulu ya!" Jadi, pesan yang disampaikan harus jelas maknanya. Jangan sampai menimbulkan banyak pemahaman. Maka berbicaralah sesuai bahasa yang dipahami batita.

* Suara lembut

Namanya juga menghadapi anak, jadi harus disikapi dengan nada atau suara lembut dan menenangkan. Dengan begitu, si kecil seolah-olah tidak sedang dimarahi. Ucapan yang terdengar keras, suara tinggi atau penuh kemarahan, membuat anak me-rasa tak aman, nyaman bahkan takut. Apalagi kalau mengucapkannya dibarengi bahasa tubuh yang tidak menyenangkan, seperti bertolak pinggang. Jadi tunjukkan pula raut wajah yang cerah, kata-kata dan suara yang menyenangkan. Tak lupa pula untuk melakukan kontak fisik, misalnya sambil memeluk atau mengelus-ngelusnya.

* Konkret

Anak usia batita masih dalam tahap berpikir praoperasional. Maksudnya, dalam memahami sesuatu anak masih berpikir konkret. Dia belum dapat berpikir secara abstrak. Jadi, gunakan bahasa sekonkret mungkin. Misalnya, "Kamu jangan pelit dong sama teman." Lebih enak kalau dibilang, "Yuk, mainnya sama-sama, tak perlu rebutan mainan."

* Empati

Tempatkanlah diri kita pada situasi dan kondisi yang dihadapi anak. Salah satunya adalah mau mendengar dan memahami si kecil. Entah itu keinginan atau keluhannya. Tentunya mendengar dalam arti luas, tidak hanya melibatkan indra pendengaran tapi juga perasaan atau mata hati. Jadi sebaiknya jangan menuntut anak untuk mengerti keinginan kita, tapi berusahalah memahami anak terlebih dahulu. Kelak, bersikap empati ini dapat menumbuhkan keterbukaan dan rasa percaya antara orangtua dan anak.

* Perhatikan Situasi dan Kondisi

Pilihlah waktu yang enak dan tepat saat mengajak si kecil berbicara. Jangan ketika anak sedang asyik bermain atau beraktivitas, tiba-tiba kita ingin mengajaknya ngobrol. Beri jeda waktu pada dia untuk me-nyelesaikan kegiatannya itu. Alih-alih mau berbincang, dia malah bisa merasa terganggu.

* Kembangkan dialog

Sebaiknya hindari kata-kata yang bernada satu arah atau bahkan cenderung memaksa, contoh,"Adek harus tidur siang, ya. Jangan membantah!" Sikap "otoriter" seperti itu hendaknya ditinggalkan. Jadi, kembangkan upaya dialogis. Biarkan anak mengutarakan pendapatnya. Berikan kesempatan pada anak untuk berekspresi atau menyatakan apa yang ingin disampaikannya. Bisa kita pancing misalnya dengan cara, "Menurut Adek, tidur siang itu baik enggak?"

Dengan mengupayakan cara dialogis, komunikasi yang dijalin diharapkan lebih efektif. Contoh, ketika kita meminta tolong si kecil, daripada memberi perintah, "Nak, buang bungkus permen di tong sampah dong!", lebih baik ajukan pertanyaan yang membuat anak sampai pada keputusan yang harus dilakukan. "Ayo, ke mana bungkus permen ini mesti dibuang?" Nada bertanya lebih efektif karena anak belajar bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Lontaran pertanyaan seperti ini sekaligus mengasah kemampuan berpikir si kecil.

* Konsisten

Saat berbicara dengan anak, tunjukkan kesungguhan atau konsistensi. Umpamanya, ketika memutuskan untuk mengatakan "tidak", terhadap sesuatu hal, maka kita harus konsisten. Misalnya, tak boleh makan cokelat menjelang tidur. Dengan bersikap konsisten, maka tak memungkinkan anak untuk melakukan "tawar-menawar". Sebaiknya sikap konsisten ini juga ditunjukkan semua orang di rumah termasuk saudara, kerabat atau kakek-neneknya. Anak akan paham aturan mana yang boleh dan mana yang tidak. Dengan begitu, komunikasi yang dijalin bisa efektif.

* Tegas

Dalam berkomunikasi kita sebaiknya tegas. Tapi bukan berarti dengan marah. Sikap tegas diperlukan bila si kecil "membandel" atau melakukan sesuatu yang sebetulnya sudah kita peringatkan. Misalnya, saat nonton teve, posisi duduknya selalu terlalu dekat. Padahal, kita sudah minta agar duduknya mundur atau menjauh. Bila dia tak juga mau menurut, maka boleh saja kita menarik tubuhnya agar menjauh dari teve. Beri alasan kenapa nonton teve tak boleh dekat-dekat karena bisa merusak mata.

* Beri pujian

Dalam berkomunikasi, unsur pujian mengandung makna positif buat si kecil. Dia akan merasa dihargai atas apa yang dilakukannya. Tiap si kecil berhasil melakukan sesuatu, kita sebagai orangtua jangan lupa untuk mengucapkan, "Terima kasih." Berikan juga ciuman atau peluk sayang sebagai tanda kita merasa senang. Dengan merasa dihargai, anak pun belajar menghargai orang lain.

Sumber : NAKITA









13 November 2007

Kematangan Otak, dari Anak hingga Dewasa

Oleh Andi Maerzyda A. D. Th.

Benarkah fungsi otak untuk menganalisa dan memecahkan masalah baru sempurna saat seseorang menginjak dewasa? Studi terbaru menjawab dugaan para ahli yang selama ini keliru.

Selama ini para ahli yakin bahwa “ledakan” tumbuh kembang otak terjadi di tahun-tahun pertama usia anak dan “menyurut” secara terus-menerus jika hubungan antar neuron (sel-sel saraf otak) tidak digunakan. Studi terbaru membuktikan bahwa dugaan tersebut keliru.

Hingga usia dewasa awal (19–40 tahun), kematangan otak manusia baru tercapai. Terutama, pada bagian korteks prefrontal, yang berfungsi sebagai pusat perencanaan ( planning ), mencari jalan keluar ( problem solving ), nalar, emosi, gerakan dan sebagian pusat bicara manusia. Itu artinya, masih ada banyak kesempatan yang mendukung tumbuh-kembang otak selama proses maturitas otak masih berjalan.

Berkembang pararel dengan evolusi otak

Studi yang dilakukan oleh peneliti gabungan dari National Health of Mental Health (NIMH) dan University of California, Los Angeles (UCLA) ini dilaporkan secara online dan resmi pada tanggal 17 Mei 2004 lalu. Studi ini dilakukan terhadap 13 anak dan remaja yang sehat, selama 15 tahun. Responden berusia antara 4 sampai 21 tahun.

Setiap anak di- scan dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI) setiap dua tahun sekali. Kerja korteks (bagian terbesar otak manusia) direkam dalam bentuk film tiga dimensi. Dalam rekaman, jaringan korteks otak yang sedang aktif bekerja berwarna abu-abu sehingga sering disebut sebagai “ gray matter ” (bagian abu-abu).

Rekaman kerja otak menunjukkan bahwa bagian abu-abu menjadi matang dan semakin aktif di usia yang tahapan perkembangan ( milestone ) kognitif dan fungsionalnya juga semakin matang. Sebagaimana tumbuh kembang manusia, maka korteks menjadi matang sejalan dengan tahapan perkembangan. Artinya, “Urut-urutan maturasi otak umumnya terjadi secara paralel dengan evolusi otak mamalia,” jelas Nitin Gogtay dan rekan-rekan dari NIHM dan UCLA.

Matang secara bertahap

Studi yang antara lain melibatkan Judith Rapoport dan Paul Thompson ini menemukan bahwa bagian otak yang pertama kali menjadi matang adalah bagian depan dan belakang, yang antara lain berfungsi memproses sensasi indrawi dan melakukan gerakan. Kemudian, diikuti oleh maturitas bagian otak yang berfungsi mengembangkan orientasi spasial dan bahasa. Sedangkan bagian otak dengan fungsi-fungsi yang lebih lanjut, seperti mengintegrasikan informasi dari berbagai indra, matang paling akhir.

Hasil studi ini sangat berarti bagi para ahli yang menangani gangguan fungsi dan tumbuh kembang otak, seperti autisme dan schizofrenia, yang juga diteliti Rapoport dan rekan.

Selain itu, perspektif baru tumbuh kembang otak ini, menyebabkan ahli perkembangan, pendidikan dan neuroscience memiliki wawasan baru dan perlu membuat pendekatan berbeda dalam memandang perkembangan kecerdasan dan tumbuh kembang manusia.

Sumber : Ayahbunda Online

09 November 2007

Mengatasi Ledakan Emosi Anak Anda

oleh: Taufan Surana

Apakah anda pernah mengalami kejadian berikut ?

Anda dan si kecil anda berjalan-jalan ke mall atau makan di restaurant. Karena suatu hal yang sepele si kecil anda ngambek, marah dan berteriak-teriak minta pulang. Ketika anda anda berusaha membujuknya, si kecil anda justru semakin meledak emosinya, memukul atau melempar apa saja yang ada di sekitarnya.

Mungkin anda tidak pernah mengalami kejadian seperti di atas, tapi kemungkinan besar anda mengalami hal yang hampir sama. Mengapa hal ini terjadi ?

Menurut banyak ahli perkembangan dan psikolog anak, hal ini sering terjadi karena anak mengalami frustasi dengan keadaannya sedangkan dia tidak mampu mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata atau ekspresi yang diinginkannya. Hal ini sering dialami oleh anak usia 2-3 tahun.

Mengapa ? Anak usia tersebut biasanya sudah mulai mengerti banyak hal dari yang didengar, dilihat maupun dialaminya, tetapi kemampuan bahasa atau berbicaranya masih sangat terbatas.

Apa yang bisa anda lakukan ?

1. JANGAN ikutan marah !

Saat anak anda sedang mengalami ledakan emosi, baik dengan teriakan maupun tindakan fisik lainnya, dia tidak akan bisa menerima alasan atau bujukan, tetapi justru terhadap apapun yang anda lakukan anak akan merespons secara negatif. Kemudian, jika anda tidak bisa menahan emosi, anda akan ikutan marah, dan mungkin anda akan meninggalkan anak anda sendirian.

Jangan lakukan itu ! Anak anda akan merasa bahwa anda telah mengabaikannya, dan semakin membuat anak merasa ketakutan dengan apa yag terjadi.
Anak akan merasa lebih tenang jika anda tetap berada di dekatnya. Jika memungkinkan, gendong atau peluk anak anda sehingga dia akan lebih cepat menenangkan diri.

2. Anda yang tetap memegang kendali

Jangan mengikuti permintaan anak yang tidak realistik atau tidak bisa anda terima hanya untuk menghindari ledakan emosi anak. Hal ini sering terjadi di tempat-tempat umum seperti mall, yang mana pada saat anak minta sesuatu anda tidak mengijinkannya, tetapi begitu anak mulai meledak emosinya anda akan mengabulkannya karena malu dengan lingkungan.

Jadi, jika memang anak meminta sesuatu yang diluar toleransi, kita harus tegas mengatakan ''TIDAK''. Jika anak menjadi marah besar dan mulai memukul ataupun tindakan lain yang membahayakan, bawalah dia ke tempat yang lebih aman hingga anak menjadi tenang. Katakan bahwa dia dibawa ke tempat tersebut karena tindakannya yang membahayakan. Selama anak belum tenang, jangan memberikan nasehat atas tindakannya, tetapi fokuskan hanya untuk menenangkan dirinya. Tentunya anda mengatakannya tanpa emosi ataupun bernada memarahinya.

Info : bayicerdas.com

05 November 2007

Bayi Perlu Belajar Makan

Setelah si kecil berusia 6 bulan, di mana berat tubuhnya sudah mencapai dua kali beratnya saat lahir, Anda dapat memberi si kecil Makanan Pendamping ASI atau biasa disebut MP-ASI.

Dalam memberikan MP-ASI ini, bayi sebaiknya dibiasakan untuk belajar makan. Artinya, ibu sebaiknya bersabar dan tidak berambisi bahwa bayi akan langsung ‘lulus’ pelajaran ini dalam sekejap. Bahkan, sesekali mungkin terjadi bahwa bayi yang sudah dapat makan dengan baik pun ‘ngadat’ dan tidak mau makan. Bisa jadi ini karena bosan, masih kenyang, atau hal lain yang masih perlu diteliti.

Yang jelas, makanan padat pertama atau MP-ASI ini sebaiknya diberikan secara bertahap dalam hal jumlah maupun kualitas. Karena bayi baru kenal susu, entah itu ASI maupun susu formula, maka MP-ASI pertama dibuat dalam bentuk cair dan jumlahnya sedikit. Kemudian secara bertahap, kentalkan dan tambah jumlah makanannya. Contoh MP-ASI berbentuk halus antara lain bubur susu, biskuit yang ditambah air atau ASI, pisang dan papaya yang dilumatkan, pure kentang atau wortel. Berikan sedikit demi sedikit mulai dari 1-2 sendok makan, 1-2 kali selama beberapa hari, baru memberinya variasi makanan lain. Hal ini penting untuk melihat apakah makanan yang Anda berikan memberi reaksi tertentu, seperti alergi atau masalah pencernaan.

Belajar makan dan jadwal pemberian makan

Bila bayi tampak sulit menerima atau menolak makanan yang Anda berikan, ulangi pemberiannya pada waktu bayi lapar, sedikit demi sedikit, sampai bayi terbiasa dengan rasa makanan tersebut. Ingatlah, bagi bayi Anda, makan juga merupakan satu keahlian baru, ia perlu mempelajarinya secara bertahap bagaimana membuka mulut, mengunyah,dan menelan makanan yang dimasukkan ke mulutnya.

Usia 6-9 bulan adalah masa di mana si kecil belajar mengenali rasa. Itulah sebabnya, saat-saat ini adalah saat yang tepat bagi Anda untuk memperkenalkan berbagai tekstur dan rasa baru pada si kecil. Bila sampai usia 9 bulan ia tidak dibiasakan atau dilatih menerima makanan lunak, maka akan lebih sulit bagi Anda membuatnya mau menelan makanan lunak di usia selanjutnya. Untuk itu, biasanya banyak ibu mengenalkan sayuran dulu, baru buah kepada bayinya. Pasalnya, rasa sayuran lebih tawar dan akan sulit diterima bayi yang sudah mengenal rasa manis dari buah.

Bisa jadi suatu kali si kecil menolak makanan yang diberikan kepadanya, atau memuntahkannya lagi. Bila hal ini terjadi, jangan memaksanya. Mungkin saja saat itu gusinya gatal karena akan tumbuh gigi. Anda bisa mencobanya pada kesempatan lain atau memancing semangat makannya sambil mengajaknya bermain atau makan bersama anggota keluarga lain.

Aturlah jadwal pemberian makannya karena waktu yang teratur akan membina refleks pada saluran cerna bayi agar lebih siap menerima, mencerna dan menyerap makanan pada waktu-waktu tertentu.

Takaran yang dibutuhkan

Bayi membutuhkan karbohidrat, protein, dan lemak yang cukup agar perkembangan otaknya berjalan sempurna. Untuk mempertinggi nilai gizi makanan, Anda dapat menambahkan nasi tim bayi dengan sumber zat lemak seperti santan, kaldu atau margarin agar asupan kalorinya menjadi lebih tinggi, di samping memberikan rasa enak serta mempertinggi penyerapan vitamin A dan zat gizi lainnya yang larut dalam lemak.

Berikan MP-ASI bayi dengan takaran sebagai berikut:
Pada umur 6 bulan: beri 6 sendok makan.
Pada umur 7 bulan: beri 7 sendok makan.
Pada umur 8 bulan: beri 8 sendok makan
Pada umur 9 bulan: beri 9 sendok makan.
Bila bayi meminta lagi, Anda dapat menambahkannya.

MP-ASI 10-12 bulan

Ketika usianya mencapai 10 bulan, perkenalkanlah si kecil pada makanan keluarga secara bertahap. Aturlah bentuk dan kepadatan nasi tim yang Anda berikan secara bertahap sehingga lambat laun mendekati bentuk kepadatan makanan keluarga. Campurkan ke dalam makanan lembeknya berbagai lauk pauk dan sayuran secara bergantian. Hal ini akan memengaruhi kebiasaan makan makanan sehat di kemudian hari. Untuk melengkapi gizinya, berikan makanan selingan satu kali sehati. Anda bisa memberinya makanan selingan bergizi tinggi seperti bubur kacang hijau atau jus buah.

MP ASI 12-24 bulan

Pada masa ini, ASI Anda mungkin sudah berkurang. Tapi ASI tetap merupakan sumber gizi yang penting. Jadi pastikan Anda terus memberi si kecil ASI bila memungkinkan.

Berikan bayi Anda MP-ASI dalam bentuk makanan keluarga sekurang-kurangnya 3 kali sehari dan selingan makanan 2 kali sehari. Perkenalkan pada si kecil aneka variasi dan padanan bahan makanan seperti mi, bihun, roti, kentang dan lain-lain sebagai pengganti nasi untuk kebutuhan karbohidratnya. Hati ayam, tahu, tempe, kacang hijau, telur dan ikan untuk kebutuhan proteinnya, serta sayur-sayuran seperti bayam, kangkung, wortel, tomat untuk kebutuhannya akan serat. Anda juga dapat mengganti bubur susunya dengan bubur kacang hijau, bubur sumsum atau biskuit. Gunakan beragam bahan makanan setiap hari agar si kecil semakin terlatih mengenal aneka tekstur dan rasa makanan.

Sumber : Info Bunda.com

02 November 2007

Apakah Anak Saya Agresif ?

Pertanyaan:

Bapak Pengasuh yang terhormat. Saya adalah seorang ibu rumah tangga yang saat ini mempunyai seorang anak laki-laki yang berusia 3 tahun. Anak saya ini tumbuh sehat dan berkembang normal seperti anak-anak pada umumnya. Namun yang membuat saya pusing dan khawatir adalah dia ini suka memukul, menggigit atau melakukan jenis kekerasan lainnya kepada teman-teman sepermainannya. Saya terkadang merasa malu dengan ibu-ibu lain yang anak-anaknya terlihat manis-manis dan menurut, tidak seperti anak saya yang terlihat nakal/bandel ini. Apakah anak saya tersebut tergolong anak yang agresif dan apakah perilakunya itu normal? Bagaimana cara mengatasinya Pak?

Santi di Ptk


Jawaban:

Ibu Santi yang sedang pusing, anda mungkin sedikit shock jika saya katakan bahwa perilaku anda itu adalah perilaku ”normal” dalam perkembangan anak. Mengapa? Usia 2 s/d 3 tahunan bisa dikatakan sebagai usia transisi awal pada perkembangan anak, di mana anak sedang mengalami keinginan yang sangat besar untuk menjadi mandiri. Di lain pihak, kemampuan bahasa anak masih belum mencapai tahap yang cukup untuk bisa berkomunikasi dengan sempurna. Gap terhadap kedua kemampuan yang sedang berkembang ini akan ’dilepaskan’ oleh anak dalam bentuk tindakan fisik seperti bertindak agresif dan sejenisnya. Memang hanya itulah cara yang paling mudah dilakukan oleh anak untuk mengungkapkan emosinya. Untuk itu, sebagai orang tua kita harus memahami bahwa sikap agresif seperti memukul atau menggigit pada level tertentu adalah sangat normal, karena anak masih terfokus pada pemikiran ”saya” atau ”milik saya”.

Dengan mengetahui apa yang sedang terjadi pada diri anak Ibu ini, andapun menjadi lebih tenang dan tidak perlu terlalu khawatir melihat perilaku agresif anak Ibu (tentunya perilaku agresif yang yang tidak terlalu kelewatan). Jadi, jangan sampai perilaku agresif anak Ibu membuat ibu menjadi panik, yang berakibat pada perlakuan kekerasan anda terhadap anak. Ingat ! kemampuan ibu untuk mengendalikan emosi/rasa marah ibu merupakan langkah pertama yang akan menentukan apakah ibu akan bisa mengendalikan anak ibu atau tidak. Bagaimana mungkin ibu meminta anak ibu tidak boleh memukul dengan cara anda memukulnya. Padahal anak seusia ini melakukan segala sesuatunya dengan cara meniru lingkungannya. Iya ’kan… ? Yang penting dan harus selalu diingat, ibu harus selalu menasehati anak ibu bahwa perilaku agresif tersebut tidak baik dan tidak dapat anda terima. Selain itu, ibu juga harus membantu anak ibu dengan menunjukkan cara lain untuk mengungkapkan perasaan atau emosi anak.

Adapun langkah-langkah yang bisa Ibu lakukan untuk menasehati atau menunjukkan cara pengungkapan emosi anak yang efektif adalah sebagai berikut:

1. Peringatan awal/dini dan batasan yang jelas

Dengan peringatan awal ini, anak menjadi tahu dan siap secara mental terhadap apa yang akan terjadi jika dia berbuat sesuatu yang di luar batasan yang telah anda tetapkan. Anda harus dengan jelas dan singkat menyampaikan kepada anak anda hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukannya di setiap kegiatan/permainan bersama dengan orang lain. Dan yang penting, anda harus secara konsisten menjalankan apa yang telah anda sampaikan kepada anak anda.

2. Cooling-Down

Cooling-down di sini pada dasarnya hampir sama dengan time-out pada pertandingan basket. Misalnya, jika anak anda sedang bermain mandi bola dengan teman-temannya kemudian ternyata dia bertindak agresif dengan melemparkan bola ke anak lain, maka anda segera membawa anak anda keluar dari tempat mandi bola, kemudian ajaklah dia duduk bersama anda untuk melihat anak lain bermain mandi bola. Kemudian jelaskan bahwa dia boleh bermain lagi jika dia berjanji tidak akan mengulangi tindakan agresifnya Cara ini jauh lebih efektif daripada anda berteriak-teriak atau bahkan memukulnya. Dengan cara ini, anak anda akan menyadari bahwa tindakannya berhubungan dengan konsekuensi yang akan dihadapinya.

3. Mengajarkan tindakan alternatif

Setelah anak anda sudah tenang, anda bisa membicarakan secara baik-baik dengan anak anda apa yang telah membuat dia marah. Tekankan bahwa dia boleh marah, tetapi tidak boleh melampiaskannya dengan melempar, memukul ataupun menggigit. Anda bisa mengajarkan alternatif lain seperti misalnya dengan berteriak, menendang bola, atau yang lainnya.

4. Memberikan pujian

Ini merupakan cara yang sangat efektif pula untuk mencegah anak bertindak agresif. Janganlah kita hanya memperhatikan perilaku anak yang tidak baik saja, tetapi harus memperhatikan tindakannya yang baik dan dengan tulus memberikan pujian. Contohnya, jika dia sedang bermain perosotan dengan teman-temannya tetapi bisa sabar menunggu giliran, maka pujilah bahwa tindakannya itu sangat bagus. Dengan begitu dia merasa mendapatkan perhatian lebih baik dengan emosi yang positif dari pada merasa diperhatikan setelah berbuat kesalahan. Hal ini kelihatannya sepele, tetapi jarang sekali orang tua yang aktif dan sungguh-sungguh melakukannya.

Masih banyak hal-hal lain yang bisa dilakukan, tetapi empat hal di atas merupakan tindakan terpenting yang cukup efektif untuk mencegah dan mengatasi anak bertindak agresif. Tetapi yang harus selalu diingat bahwa tidak ada resep khusus yang 100% bisa ditertapkan kepada semua anak. Setiap anak mempunyai ciri khasnya masing-masing. Anda bisa mencoba cara yang telah dilakukan oleh orang tua lain, tetapi belum tentu cocok diterapkan kepada anak anda. Selamat mencoba !

Info : konsultasikeluarga.parenting1.com