24 Juni 2009

Pro Kontra Empeng

Tidak semua profesional di bidang kesehatan satu suara terhadap pemakaian empeng. Kami coba beberkan beberapa fakta seputar empeng sehingga Anda bisa mempertimbangkan baik buruknya.

Dot mini ini memang mujarab untuk menenangkan si kecil. Orang tua pun menjadi lebih santai dan tak perlu banyak buang waktu untuk menenangkan anak yang sedang rewel. Cukup dengan memasangkan empeng, si kecil pun langsung anteng. Sesuai dengan akar katanya, pacifier (empeng) memang difungsikan sebagai alat untuk menenangkan bayi. Benda ini sudah ada sejak sekitar 1900-an dengan desain yang dipatenkan di Amerika Serikat.

“Pada dasarnya, bayi memang punya naluri untuk mengisap sesuatu,” kata Prof. Dr. Retno Hayati Sugiarto drg. SpKGA, penasihat PARENTS Indonesia. Naluri mengisap pada bayi adalah demi mendapatkan suatu kenikmatan dan kenyamanan, suatu hal yang sudah pasti akan dia dapat saat menghisap puting susu ibunya. Bentuk empeng yang memang mirip puting susu sengaja dirancang untuk memenuhi kebutuhan alamiah tadi.

Empeng tidak hanya berguna untuk menenangkan bayi. Pada batita, empeng bisa berfungsi sebagai penenang saat anak menghadapi suatu transisi yang membuat stres, misalnya mulai masuk preschool, atau akan punya adik.

Bagaimanapun, tetap ada dua suara dari kubu berbeda sehubungan dengan ada tidaknya manfaat empeng. Berikut adalah beberapa hal seputar pro dan kontra dalam pemakaian empeng.

Masalah yang Ditimbulkan
Salah satu alasan pemakaian empeng ditentang oleh sebagian profesional di bidang kedokteran adalah masalah kebersihannya. “Empeng tidak dapat dijamin kebersihannya. Seringkali empeng yang jatuh ke lantai dipungut lalu dimasukkan lagi. Itu berarti memindahkan kuman langsung ke dalam mulut. Ini berbahaya,” Dr. Setyo Handryastuti, SpA mengingatkan.

Gaung kontra yang lebih keras datang dari segi kesehatan gigi dan mulut. “Empeng bisa memengaruhi lengkung rahang anak. Ketika anak sudah tumbuh gigi, adakalanya dia suka menggigit atau menarik empeng tersebut dengan giginya. Mungkin karena gemas. Tapi tekanan yang timbul dari gerakan ini bisa memengaruhi bentuk rahang dan gigi,” Retno menjelaskan.

Sementara itu, menurut Patricia Hamaguchi, penulis Childhood, Speech, Language, and Listening Problems: What Every Parent Should Know, kebiasaan mengisap empeng juga bisa menimbulkan masalah bahasa dan pengucapkan kata. Hal lain yang ditakutkan adalah kegiatan mengisap empeng ini akan terus melekat, bahkan hingga anak memasuki usia sekolah.

Tentunya ini akan menjadi lebih sulit dihentikan saat sudah menjadi kebiasaan. Dampak yang timbul tidak hanya fisik (seperti bentuk rahang dan gigi yang kurang baik), tapi juga psikologis. Coba bayangkan bagaimana perasaan anak yang takut diejek karena masih mengisap empeng. Mungkin dia harus sembunyi-sembunyi saat mengisap empeng agar tidak ketahuan kawan-kawannya.

Masalah yang ‘Disembuhkan’
Di lain pihak, ada beberapa hal yang bisa ditangani oleh pemakaian empeng. Meskipun ini seharusnya bersifat sementara. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bayi punya naluri untuk mengisap sesuatu demi mendapatkan kenikmatan dan kenyamanan. “Apabila tidak sedang mengisap puting susu ibu, anak suka menghisap jempol. Ini pun bukan kebiasaan yang lebih baik, sehingga orang tua sering mengalihkan perhatian anak dari jempol dengan cara memasangkan empeng,” kata Retno.

Sementara itu, dilihat dari sisi pola tidur, Dr. Andreas A. Prasadja RPSGT mengatakan bahwa penggunaan empeng tidaklah bermasalah. “Tidak ada masalah jika batita diberi empeng, karena fungsinya adalah untuk mengurangi asupan cairan di malam hari,” begitu penjelasan Andreas yang praktik di rumah sakit Mitra Kemayoran, Jakarta, ini.

Adakalanya bayi bangun di tengah malam karena merasa lapar. Jika tidak disusui, maka si kecil akan diberi empeng agar tenang dan bisa kembali tidur. “Pada dasarnya, kebiasaan minum susu di tengah malam harus dihentikan secara perlahan-lahan, agar anak bisa tidur sepanjang malam. Pemasangan empeng sebagai pengalih asupan cairan di malam hari sedikit banyak membantu proses tidur tanpa terputus ini,” kata Andreas.

Meskipun demikian, Andreas pun tidak membenarkan pemakaian empeng sepanjang malam. “Sebisa mungkin memang jangan langsung memakaikan empeng saat anak menangis. “Misalnya, biarkan dulu anak menangis selama beberapa saat sebelum dikasih empeng. Lambat laun, biarkan lebih lama. Nanti, Anda bisa membiarkan anak menangis hingga kelelahan lalu tidur lagi,” begitu penjelasan Andreas.

Ambil Jalan Tengah
Pada dasarnya, mengisap empeng juga merupakan suatu fase yang hampir dilalui setiap anak. Seiring dengan pertambahan usia, anak akan menghadapi tantangan lain dari dunia luar, yakni berusaha untuk bisa diterima dalam kelompok. Apabila dia melihat kawan-kawan sebayanya tidak lagi ngedot, kemungkinan besar dia pun akan termotivasi untuk berhenti mengisap empeng.

Tentunya Anda tidak ingin duduk diam sembari menanti fase ini segera berlalu. Karena sebisa mungkin Anda hentikan ini sebelum menjadi kebiasaan. Apabila Anda tetap ingin menggunakan empeng sebagai alat bantu untuk menenangkan anak, maka jangan lupa untuk mencucinya tiap kali empeng itu jatuh. Basuhlah di air sabun yang hangat lalu bilas hingga benar-benar bersih. Bila batita Anda punya kawan sepermainan, ajarkan dia untuk tidak berbagi empeng dengan temannya tersebut.

Namun, Setyo menganjurkan agar Anda mencari penyebab anak menjadi rewel, alih-alih bergantung pada empeng. “Pelajari bahasa anak. Apakah dia rewel karena hanya ingin digendong atau lapar? Penyebab inilah yang harus dicari,” Setyo menegaskan.

Sebisa mungkin alihkan perhatian anak dari empengnya. Sebab, adakalanya anak menghisap empeng karena merasa bosan atau sedang tidak mengerjakan sesuatu pun. Anda perlu memertahankan agar anak tetap aktif. Ajak dia bermain atau beri krayon dan kertas lalu biarkan dia menggambar.

Sementara itu, Retno menganjurkan agar anak diberi mainan untuk berlatih menggigit. “Mainan ini sudah banyak dijual di pasaran dan berguna untuk melatih gigitan serta merangsang gusi. Namun, tetap harus diingat bahwa mainan ini harus disterilkan setiap hari. Misalnya dengan dicuci dengan air hangat, atau disimpan di dalam kulkas setelah dicuci,” sarannya.

Sumber : parentindonesia.com

22 Juni 2009

Jadwal Imunisasi

Agar buah hati Anda memiliki pertahanan tubuh yang kuat dan mampu melawan infeksi, pastikan ia mendapat imunisasi secara lengkap.

Tujuan imunisasi adalah mempertinggi daya tahan tubuh agar anak Anda tidak terkena penyakit infeksi. Meskipun penyakitnya sudah tidak ada, imunisasi tetap diperlukan untuk berjaga-jaga kalau penyakit tersebut muncul kembali.

Sebagian besar imunisasi diberikan ketika anak berumur 4 bulan. Anda akan mendapat kartu yang berisi jadwal imunisasi dan kapan seharusnya imunisasi diberikan. Jangan lupa mencatat tanggal dan jenis vaksinasi yang telah diberikan untuk membantu dokter menentukan apakah anak Anda perlu mendapat vaksinasi tertentu.

Umumnya dokter juga akan menanyakan riwayat kesehatan keluarga untuk menentukan apakah anak Anda perlu mendapatkan vaksinasi jenis tertentu. Misalnya, bila di keluarga Anda ada yang menderita TBC, anak Anda harus mendapat suntikan BCG pada sekitar usia 1 tahun.

Tabel berikut adalah jenis imunisasi yang dianjurkan pada masa kanak-kanak serta tabel penyakit infeksi yang paling sering terjadi pada anak-anak.

Penyakit

Waktu

Reaksi

Perlindungan

Imunisasi DPT, difteri, batuk rejan (partusis), tetanus

Suntikan pada umur 2, 4, 6, 18 bulan. Dan diulang pada 4-5 tahun

Anak bisa demam, tempat suntikan terasa sakit.

Tetanus harus diulang setiap 5 tahun supaya terhindar dari tetanus

Polio

Vaksin diminum pada usia 0, 2, 3, 4, 6, 18 bulan dan ulangi pada umur 5 tahun

Tidak ada

Harus diulang agar selalu terlindung

Campak

Suntikan pada usia 9 bulan dan diulang pada usia 6 tahun

Demam dan timbul bercak-bercak

Tidak diketahui berapa lama sejak vaksinasi terakhir

Tuberkolosa (BCG)

Suntikan pada usia 0-3 bulan dan diulang pada usia 10-13 tahun, kalau dianggap perlu.

Sakit dan kaku di tempat suntikan

Seumur hidup

Rubella

Suntikan untuk anak perempuan usia 10-14 tahun

Mungkin nyeri sendi

Tidak diketahui berapa lama sejak vaksinasi terakhir

Keterangan jadwal imunisasi berdasarkan usia pemberian, sesuai IDAI, periode 2004.

Umur

Vaksin

Keterangan

Saaat lahir

Hepatitis B-1

HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 6 bulan

Polio-0

Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir di RB/RS, polio diberikan saat bayi dipulangkan (untuk menghindari transmisi virus vaksin terhadap bayi lain)

1 bulan

Hepatitis B-2

Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan

0-2 bulan

BCG

BCG dapat diberikan sejak lahir. Apabila BCG akan diberikan pada >3 bulan sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu dan BCG diberikan apabila hasilnya negatif.

2 bulan

DTP-1
Hib-1
Polio-1

Diberikan pada umur lebih dari 6 minggu
Diberikan mulai umur 2 bulan
Dapat diberikan bersama DTP-1

4 bulan

DTP-2
Hib-2
Polio-2

Diberikan secara terpisah
Hib-2 dapat dikombinasikan dengan Hib-2
Diberikan bersama dengan DPT-2

6 bulan

DTP 3
Hib-3
Polio 3

Dapat dikombinasikan dengan Hib-3

Diberikan bersama DTP-3

9 bulan

Campak-1

Campak 1 diberikan pada umur 9 bulan, apabila telah mendapat MMR pada usia 15 bulan, Campak 2 tidak perlu diberikan.

15 -18 bulan

MMR

Hib-4

Apabila sampai usia 12 bulan belum mendapat imunisasi cacar

18 bulan

DTP-4
Polio-4

Diberikan satu tahun setelah DTP-3
Diberikan bersamaan dengan DTP-4

2 tahun

Hepatitis A

Direkomendasikan pada umur >2 tahun, diberikan 2 kali dengan interval 6-12 bulan

2-3 tahun

Tifoid

Vaksin tifoid polisakarida injeksi direkomendasikan untuk umur >2 tahun, perlu diulang setiap 3 tahun.

5 tahun

DTP-5
Polio-5

Diberikan pada umur 5 tahun
Diberikan bersama DTP-5

6 tahun

MMR

Diberikan untuk catch up immunization pada anak yang belum mendapat MMR-1

10 tahun

dT/TT

Varisela

Menjelang pubertas vaksin tetanus ke-5 diberikan untuk imunitas selama 25 tahun.

Diberikan pada umur 10 tahun


Sumber : Infobunda.com